Bisnis.com, JAKARTA— Industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan kinerja yang berlawanan dalam hal hasil investasi sepanjang 2024.
Hasil investasi industri asuransi umum tercatat tumbuh 19,8% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp7,43 triliun. Namun, hasil investasi industri asuransi jiwa justru mengalami penurunan tajam sebesar 24,8% (YoY) menjadi Rp23,91 triliun.
Secara keseluruhan, total investasi di industri asuransi umum meningkat 5,9% (YoY) menjadi Rp120,67 triliun. Sementara itu, total investasi di industri asuransi jiwa hanya tumbuh tipis 0,2% (YoY) menjadi Rp541,40 triliun.
Pengamat asuransi Dedy Kristianto mengatakan bahwa perbedaan kinerja hasil investasi ini tidak lepas dari beberapa faktor ekonomi global dan kebijakan domestik yang memengaruhi pasar keuangan.
“Kondisi ekonomi global yang belum stabil juga membawa dampak pada kondisi ekonomi dalam negeri. Selain itu, pasar menerapkan prinsip kehati-hatian dan wait and see terhadap setiap kebijakan pemerintahan kita yang baru, apakah dapat memberikan stimulus usaha dan rasa aman bagi dunia usaha atau tidak. Itulah faktor yang mempengaruhi adanya penurunan investasi tadi,” kata Dedy kepada Bisnis, Kamis (6/3/2025).
Meski begitu, ada faktor lain yang turut mempengaruhi kinerja investasi kedua industri asuransi ini, yaitu beban klaim yang harus diperhitungkan oleh perusahaan asuransi jiwa maupun umum. Sebagai langkah mitigasi terhadap tantangan yang dihadapi industri asuransi jiwa dan umum, Dedy menekankan pentingnya strategi yang lebih baik ke depan.
Baca Juga
“Menyangkut mitigasi yang harus dilakukan, tentu yang pertama adalah bagaimana perusahaan asuransi mampu menggenjot pendapatannya pada 2025 dengan strategi yang lebih baik sehingga pendapatan bisa lebih tinggi dibanding pada 2024,” kata Dedy.
Dedy menekankan bahwa perusahaan asuransi perlu mengevaluasi strategi investasi mereka agar selaras dengan dinamika pasar. Selain itu, inovasi dalam pengelolaan aset investasi juga menjadi faktor penting. Dia juga menambahkan bahwa pengelolaan claim ratio harus dilakukan dengan berbagai strategi agar kinerja perusahaan tetap optimal.
Menurutnya, evaluasi strategi investasi dan inovasi juga menjadi kunci utama dalam menghadapi dinamika pasar ke depan.
“Seperti yang saya sampaikan dalam mitigasi di atas, yaitu melakukan evaluasi strategi investasi serta adanya inovasi, di mana harus mampu melihat dan mempertimbangkan berbagai macam faktor yang akan mempengaruhi market yang berimbas pada naik turunnya investasi,” pungkasnya.
Dari sisi portofolio investasi, baik asuransi jiwa maupun umum sama-sama mengandalkan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen utama. Pada 2024, investasi SBN oleh industri asuransi umum mencapai Rp41,71 triliun, tumbuh 16,72% (YoY). Sementara di industri asuransi jiwa, investasi SBN juga meningkat 11,9% (YoY) menjadi Rp205,03 triliun.
Perbedaan mencolok terlihat pada instrumen saham dan reksa dana. Industri asuransi jiwa mencatatkan penurunan investasi saham sebesar 10,8% (YoY) menjadi Rp133,99 triliun, sedangkan reksa dana juga terkoreksi 10,6% (YoY) menjadi Rp69,68 triliun.
Di sisi lain, asuransi umum lebih terkendali, dengan penurunan investasi saham hanya 4,6% (YoY) menjadi Rp5,04 triliun dan reksa dana turun tipis 0,7% (YoY) menjadi Rp22,31 triliun. Penempatan deposito juga mengalami tren negatif di kedua sektor, dengan industri asuransi jiwa turun 17,5% (YoY) menjadi Rp32,85 triliun dan asuransi umum turun 10,3% (YoY) menjadi Rp23,25 triliun.