Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN sedang mengkaji peluang pembelian kembali atau buyback saham di tengah tren penurunan harga saham perbankan dan tekanan IHSG.
Sebagai informasi, IHSG ditutup melemah 3,84% ke level 6.223,38 pada Selasa 18 Maret 2025, usai sempat terjun hingga amblas 6,12% pada sesi I perdagangan dan membuat BEI melakukan trading halt.
IHSG melemah saat bursa regional lainnya cenderung menguat. Pada saat yang sama, bursa Asia lainnya, seperti Hang Seng Index menguat 2,56%, Nikkei melemah 1,24%, dan Shanghai Composite Index menguat 0,11%.
Direktur Finance BTB Nofry Rony Poetra mengatakan perseroan saat ini sedang mengkaji peluang pelaksanaan buyback saham. Pasalnya, harga saham BBTN dinilai tidak mencerminkan fundamental kinerja dan proyeksi bisnis perseroan pada tahun depan yang lebih positif dibandingkan persepsi pasar.
Merujuk pada kinerja saham sejumlah bank besar lainnya, kinerja saham BBTN diyakini sedang mengalami anomali dan tidak mencerminkan fundamental (undervalue). Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, harga BBTN ditutup pada level 830 pada perdagangan Rabu (19/3/2025).
"BTN saat ini tengah mengkaji opsi buyback sebagai langkah untuk mengoptimalkan imbal hasil ke para pemegang saham. Kami terus berupaya untuk meningkatkan shareholder value. Kami juga perlu melakukan kajian untuk menentukan batas threshold dan melakukan penyesuaian dengan ketentuan hukum yang berlaku untuk rencana buyback tersebut," kata Nofry, Kamis (20/3/2025).
Melansir data Bloomberg, saham BBTN saat ini telah menyentuh nilai undervalue yang ditunjukkan oleh beberapa rasio seperti Price-to-Earning (P/E) Ratio yang menunjukkan nilai 3,87 kali, dengan Price-to-Book Value (PBV) yang menunjukkan nilai 0,36 kali.
Nilai ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan Indeks Industri Jasa Keuangan (IDX Finance) yang menunjukkan nilai P/E Ratio sebesar 15,69 kali, dengan PBV yang berada pada level 1,42 kali.
Berdasarkan data dari Bloomberg Terminal, secara nilai PBV harga saham BBTN bisa dibilang paling murah dibandingkan saham Bank BUMN lainnya, yaitu BBNI (0,96 kali), BMRI (1,54 kali), dan BBRI (1,76 kali).
Opsi buyback ini juga dikaji usai OJK menerbitkan Kebijakan Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka atau buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), merespons kondisi pasar yang fluktuatif.
Kebijakan tersebut telah disampaikan OJK kepada para direksi perusahaan terbuka melalui surat resmi tertanggal 18 Maret 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi menyampaikan kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan di pasar dan dapat mengurangi tekanan serta merupakan tindak lanjut dari pertemuan dengan para pemangku kepentingan di Pasar Modal yang diselenggarakan 3 Maret 2025.
Beberapa bank Himbara juga mulai bersiap memanfaatkan kebijakan tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., misalnya telah menyiapkan dana sekitar Rp1,5 triliun untuk mengeksekusi aksi buyback. Kemudian ada juga PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., yang siap merogoh kocek senilai Rp1,17 triliun untuk buyback saham.
Adapun, Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan buyback saham dapat menjadi salah satu sentimen positif terhadap pergerakan harga saham.
"Buyback saham adalah aksi korporasi yang memberikan sentimen positif ke harga saham karena dapat menaikkan demand terhadap saham tersebut, sehingga harganya bisa terdorong naik," jelasnya.
Buyback tersebut, lanjut Alfred, juga dapat menjadi sinyal positif terhadap saham karena buyback menunjukkan keyakinan manajemen terhadap prospek harga sahamnya ke depan. "Buyback juga dapat mengurangi jumlah saham yang beredar, sehingga nilai EPS semakin besar," tutup Alfred.