Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mendorong pemurnian peran lembaga penjamin dalam ekosistem pembiayaan nasional, khususnya untuk mendukung program-program pemerintah.
Iwan Pasila, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK menjelaskan bahwa strategi ini ditempuh dengan mengoptimalkan fungsi perusahaan penjaminan daerah (Jamkrida) sebagai lapisan pertama penjaminan di wilayah masing-masing. Peran Jamkrida ini akan dilengkapi oleh perusahaan penjaminan nasional dan penjamin ulang.
“Di dalam ekosistem penjaminan, kami terus mendorong pemurnian peran penjaminan untuk mendukung program-program pemerintah, dengan mengoptimalkan peran Jamkrida sebagai layer pertama utk penjaminan atas program pemerintah yang diberikan di wilayahnya, didukung oleh perusahaan penjaminan berskala nasional dan penjamin ulang yang saat ini belum ada,” kata Iwan kepada Bisnis, Kamis (24/5/2025).
Ia menegaskan bahwa setiap lapisan dalam skema penjaminan harus mengedepankan prinsip pengelolaan risiko yang disiplin, termasuk dalam penetapan imbal jasa penjaminan (IJP), pengelolaan kewajiban, serta kebijakan investasi.
Iwan menilai penguatan kelembagaan penjaminan menjadi penting mengingat beban yang cukup besar pada lembaga seperti Jamkrindo. Saat ini, Jamkrindo banyak menjamin proyek pemerintah yang ditujukan untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya usaha mikro yang belum memiliki akses ke sektor perbankan.
“Portofolio usaha penjaminan umumnya ditujukan untuk menjamin proyek-proyek Pemerintah bagi UMKM khususnya mikro yang memiliki akses terbatas ke sektor perbankan,” katanya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Iwan menambahkan bahwa model penjaminan harus berbasis pada pengelolaan risiko secara menyeluruh, mulai dari IJP, pengelolaan kewajiban, hingga penyesuaian investasi yang memperhatikan durasi kewajiban, kualitas aset, dan likuiditas.
Adapun dari sisi kinerja, OJK mencatat total aset industri penjaminan per akhir Februari 2025 turun 0,30% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp46,59 triliun.
“Untuk data per Februari 2025 lebih banyak disebabkan oleh aspek seasonalitas, dimana cukup banyak klaim yang dibayarkan dr pertanggungan tahun lalu,” ujar Iwan.