Bisnis.com, JAKARTA – Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) terus berlanjut pada 2025. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat dari periode Januari sampai dengan 23 April 2025 terdapat 24.036 orang terkena PHK. Angka tersebut sudah mencapai sepertiga dari total jumlah PHK sepanjang 2024.
Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan menilai program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJS Ketenagakerjaan dan dana pensiun menjadi dua instrumen penting sebagai jaring pelindung pekerja terdampak PHK.
"Tentu sangat bermanfaat. Karena ketika PHK akan dapat JHT, JP dan JKP. Uangnya bisa untuk bertahan hidup sebelum dapat pekerjaan yang baru atau untuk modal wirausaha," kata Hadi kepada Bisnis, Rabu (7/5/2025).
Seperti diketahui, manfaat dana pensiun dapat digunakan sebagai komponen dari nilai pesangon pekerja terdampak PHK. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Dalam Pasal 58 ayat 1 beleid tersebut menjelaskan, pengusaha yang mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh pengusaha dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban pengusaha atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah akibat PHK.
Sementara untuk manfaat program JKP, mulai 2025 ini pemerintah menambah manfaat JKP menjadi manfaat tunai yang dibayarkan 60% flat dari upah selama enam bulan serta manfaat pelatihan yang ditambah menjadi sebesar Rp2,4 juta per orang.
Baca Juga
Hadi mengatakan manfaat dari dua program tersebut sudah cukup bisa menjadi pelindung sementara bagi pekerja terdampak PHK, asalkan bisa berjalan dan dilaksanakan dengan efektif.
"Tapi yang jadi catatan adalah masih banyak yang tidak terdaftar di BPJS, jadi otomatis tidak mendapat manfaat JKP. Tapi yang patut diapresiasi adalah hal ini sudah mulai dilaksanakan," pungkasnya.