Bisnis.com, JAKARTA — Ketidakpastian global, termasuk tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, menjadi salah satu alasan Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate dalam tiga bulan terakhir.
Meredanya tensi tersebut usai Donald Trump dan Xi Jinping sepakat menurunkan tarif impor, apakah Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) selanjutnya menjadi momen untuk pemangkasan?
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai bank sentral masih perlu memantau perkembangan usai kesepakatan tersebut mulai berlaku pada 14 Mei 2025.
“Biar sudah ada kesepakatan, realisasinya ke depan masih banyak ketidakpastian,” ujarnya, Selasa (13/5/2025).
Paling tidak, kata Faisal, kesepakatan antara AS dan China yang berlangsung di Swiss tersebut memberikan sinyal baik bagi ekonomi dunia bahwa ketegangan realtif mereda.
Selain itu, kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia dan aktivitas perdagangan turut mereda serta meredam potensi kenaikan suku bunga secara global.
Baca Juga
Di dalam negeri, kondisi ini juga diiharapkan dapat mengalirkan inflow modal asing dan mengurangi tekanan terhadap rupiah.
Faisal memandang, pemangkasan suku bunga sebagai kebijakan pro growth baru dapat diambil ketika penurunan tensi global ini membuat fluktuasi nilai tukar rupiah lebih stabil.
“Diharapkan dalam kondisi seperti sekarang, kebijakan moneter bersama dengan kebijakan fiskal secara sinergi lebih mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan melonggarkan moneter dari suku bunga maupun penurunan GWM,” lanjutnya.
Bank Sentral Negara Lain Masih Berhati-hati Merespons 'Gencatan Senjata' Perang Dagang
Sejumlah bank sentral pun tampak berhati-hati atas kesepakatan Trump dan Jinping tersebut muncul usai pertemuan di Swiss 10—11 Mei 2025 lalu.
Misalnya, melansir dari Bloomberg, Selasa (13/5/2025), Bank Sentral Eropa harus berhati-hati dalam menentukan langkah suku bunga berikutnya mengingat tingginya ketidakpastian mengenai kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump.
Anggota Dewan Pemerintahan Bank Sentral Eropa (European Centrak Bank/ECB) Martins Kazaks mendesak untuk berhati-hati meskipun dia mendukung penurunan lebih lanjut dalam biaya pinjaman.
“Pertemuan kebijakan moneter berikutnya adalah pada awal Juni dan akan ada data baru dan kemudian kita lihat saja nanti,” katanya. “Pasar keuangan saat ini mengharapkan penurunan suku bunga lagi di bulan Juni. Melihat data hari ini, itu adalah langkah yang sangat mungkin terjadi.”
Sementara pembuat kebijakan Bank of England (BOE) Alan Taylor mengatakan suku bunga masih “jauh” dari bergerak keluar dari level restriktif, dan memperingatkan ancaman “berbahaya” dari perang dagang Donald Trump.
Taylor mengatakan pada hari Senin bahwa dia “sedikit aktivis” dan “menaruh perhatian yang cukup besar” pada berita-berita baru-baru ini setelah mendukung penurunan suku bunga sebesar setengah poin minggu lalu.
Adapun, Bank Indonesia akan melaksanakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini pada pekan depan, Selasa—Rabu atau 20 Mei hingga 21 Mei 2025.