Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pendapatan dan Aset Turun, Industri Penjaminan Nasional Perlu Jalan Baru

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan aset industri perusahaan penjaminan melanjutkan kontraksi per April 2025.
Ilustrasi industri penjaminan./Istimewa
Ilustrasi industri penjaminan./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan aset industri perusahaan penjaminan melanjutkan kontraksi per April 2025.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono memaparkan kontraksi aset industri penjaminan per April 2025lebih besar dibanding kontraksi secara tahunan periode Maret 2025.

"Nilai aset perusahaan penjaminan per April 2025 terkontraksi 0,58% year on year (YoY) menjadi Rp47,34 triliun," kata Ogi dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Mei 2025, dikutip Rabu (4/6/2025).

Sementara itu, nilai imbal jasa penjaminan per April 2025 juga turun 10,23% YoY menjadi Rp2,57 triliun.

Pada periode sebelumnya, nilai aset industri perusahaan penjaminan per Maret 2025 juga terkoreksi sebesar 0,52% YoY menjadi Rp47,12 triliun. Sementara itu, nilai imbal jasa penjaminan per Maret 2025 juga terkoreksi 2,67% YoY menjadi Rp2,09 triliun.

Ogi mengatakan OJK telah merilis beberapa kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat industri penjaminan di Tanah Air. Pertama, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Perubahan atas POJK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.

Regulasi itu mengatur antara lain peningkatan modal disetor bagi izin usaha baru perusahaan penjaminan hingga mengatur perluasan wilayah operasional Jamkrida pada daerah yang belum memiliki Jamkrida.

Kedua, OJK juga telah menerbitkan POJK Nomor 11 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penjamin. Regulasi ini mengatur antara lain peningkatan ekuitas bagi perusahaan eksisting, kemudahan resharing dengan kreditur minimum 25% dari outstanding penjaminan, hingga penyesuaian batas maksimum gearing ratio dari yang sebelumnya untuk kegiatan produktif sebesar 20 kali menjadi 40 kali dari total ekuitas untuk semua kegiatan usaha penjaminan.

"Terkait pemurnian kegiatan usaha penjaminan, OJK mewajibkan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan usaha penjaminan berdasarkan penugasan pemerintah untuk membentuk unit usaha penjaminan paling lambat 2025," katanya.

Usai pembentukan unit usaha penjaminan tersebut, OJK menargetkan dalam lima tahun ke depan sudah dilakukan spin off sehingga terbentuk perusahaan penjaminan yang berdiri sendiri.

Dalam Peta Jalan Industri Penjaminan 2024–2028, OJK menargetkan portofolio penjaminan untuk sektor UMKM mencapai 90%. Sampai dengan April 2025, portofolio penjaminan untuk UMKM telah mencapai 80,50%.

"Dengan berbagai kebijakan yang sudah dilakukan OJK, diharapkan portofolio penjaminan segmen UMKM berkelanjutan dan bisa mencapai target sesuai peta jalan yang sudah kita susun," pungkasnya.

Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) menyebut pelemahan ekonomi nasional berdampak pada kinerja negatif industri penjaminan.

Sekretaris Jenderal Asippindo, Agus Supriadi menjelaskan kinerja negatif industri penjaminan periode tersebut disebabkan terutama oleh pengembangan industri penjaminan yang melambat sejalan dengan perkembangan ekonomi yang juga melambat.

"Pengusaha mungkin banyak menunda proyeknya karena kondisi ekonomi yang lesu dan tidak ada stimulus yang nyata serta daya beli masyarakat yang menurun. Daya beli masyarakat ini merupakan daya ungkit usaha juga," kata Agus kepada Bisnis, Selasa (3/6/2025).

Untuk itu, asosiasi menilai industri penjaminan perlu melakukan strategi untuk meningkatkan kinerja bisnis penjaminan yang bisa mengerek pendapatan usaha.

Agus merinci strategi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan literasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat atau mitra penjaminan tentang pentingnya penjaminan. Menurutnya, industri penjaminan juga perlu melakukan sosialisasi produk surety bond kepada kementerian, pihak Bea Cukai hingga kontraktor.

 

Strategi berikutnya adalah mengembangkan produk penjaminan yang inovatif dan sesuai kebutuhan, serta produk-produk yang belum optimal digarap seperti pembiayaan sektor produktif bank swasta, BPD, koperasi serta korporasi lainnya.

Selanjutnya, adalah dengan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemasaran, mengurangi biaya operasional untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan, serta mengembangkan jaringan distribusi yang efektif untuk meningkatkan aksesibilitas produk penjaminan.

Tak kalah penting, industri penjaminan juga melakukan strategi berupa peningkatan modal disetor untuk mendongkrak kapasitas penjaminan. Kemudian industri juga meningkatkan kerja sama antar perusahaan penjaminan, regulator dan pemerintah.

"Terakhir, perusahaan penjaminan dapat meningkatkan transparansi dalam operasional dan keuangan untuk meningkatkan kepercayaan mitra dan reputasi perusahaan penjaminan di mata stakeholder," tegasnya.

Agus mengatakan kinerja industri perusahaan penjaminan ke depan akan tergantung oleh seberapa efektif implementasi strategi tersebut.

"Ke depan tantangan industri penjaminan masih cukup berat, ini sangat tergantung juga oleh pemulihan usaha dan daya beli masyarakat. Di samping itu, perlu adanya kebijakan pemerintah yang mendukung industri penjaminan," pungkasnya

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper