Bisnis.com, JAKARTA – Outstanding pembiayaan industri fintech P2P lending atau pinjaman online dalam periode Januari-April 2025 tercatat sebesar Rp80,94 triliun. Angka tersebut tumbuh 29,01% year on year (YoY) dengan Tingkat Wanprestasi di atas 90 Hari (TWP90) di level 2,93%.
Menariknya, dalam periode tersebut pertumbuhan penyaluran paling tinggi terjadi di wilayah Indonesia Timur. Selain itu, TWP90 di provinsi-provinsi tersebut juga jauh lebih rendah dibanding rata-rata nasional.
Kepala Ekesekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman menjabarkan ada tiga provinsi di Indonesia Timur yang mencatat pertumbuhan paling tinggi dengan TWP90 yang relatif kecil sepanjang Januari-April 2025.
Pada urutan pertama ada Maluku Utara yang tumbuh 146,63% YoY dengan TWP90 1,01%. Urutan kedua adalah Maluku dengan torehan pertumbuhan sebesar 97,47% YoY dan TWP90 di level 1,01%. Berikutnya di peringkat ketiga adalah Sulawesi Tenggara dengan pertumbuhan 95,85% YoY dan TWP90 1,59%.
"Berdasarkan data tersebut, potensi peningkatan pembiayaan di luar Pulau Jawa masih besar, termasuk di wilayah Indonesia Timur," kata Agusman.
Baca Juga
Besarnya potensi pasar Indonesia Timur ini disambut perusahaan fintech P2P lending dengan berbondong-bondong masuk ke sana. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat, ada 20 lebih platform pinjaman online yang memiliki portofolio pembiayaan ke Indonesia Timur. Jumlah tersebut hampir seperempat dari total perusahaan P2P lending terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang saat ini berjumlah 96 perusahaan.
"Market unbanked dan underserve di Indonesia Timur sangat besar di mana pindar menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk memperoleh pendanaan, di mana prosesnya lebih cepat," kata Entjik kepada Bisnis, Rabu (11/6/2025).
Entjik melihat perkembangan teknologi, terutama teknologi telekominukasi di Indonesia Timur berkembang sangat pesat. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan besar penyaluran pinjaman P2P lending ke wilayah ini.
Langkah konkret menyambut potensi pasar segar Indonesia Timur ini juga dilakukan AFPI. Rencananya, AFPI akan menggelar acara Fintech Lending Days di Sorong Papua pada tanggal 9-10 Juli 2025. Forum ini akan diikuti oleh banyak penyelenggara fintech P2P lending anggota AFPI hingga perusahaan ekosistem pendukungnya.
Adapun salah satu contoh perusahaan fintech P2P lending yang memiliki portofolio pinjaman di Indonesia Timur adalah PT Sahabat Mikro Fintek atau Samir.
CTO Samir Andreas menjabarkan bahwa sampai dengan Mei 2025 total pendanaan yang telah disalurkan Samir ke wilayah Indonesia Timur mencapai kurang lebih Rp21,4 miliar.
"Beberapa provinsi yang mencatatkan nilai penyaluran terbesar berada di Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Wilayah lain yang turut menunjukkan pertumbuhan positif adalah Kalimatan Selatan, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua," kata Andreas.
Meski kontribusi terhadap portofolio nasional masih relatif kecil, Andreas menilai tren kenaikan yang stabil dan kualitas pembiayaan yang sehat membuka peluang bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi lebih jauh lagi.
Andreas menjabarkan beberapa faktor yang membuat pasar Indonesia Timur menarik. Pertama, kawasan ini merupakan pasar yang memiliki potensi pertumbuhan besar, terutama seiring dengan peningkatan literasi digital dan inklusi keuangan di wilayah tersebut.
Kedua, tingkat gagal bayar atau TWP90 di beberapa provinsi di Indonesia Timur relatif rendah dan mencerminkan profil risiko yang cukup menjanjikan.
Perusahaan penyelenggara fintech P2P lending lainnya yang juga punya portofolio pembiayaan di Indonesia Timur adalah PT Amartha Mikro Fintech atau Amartha. Bahkan, saat ini 60% portofolio pembiayaan perusahaan berada di luar Pulau Jawa.
Chief Risk and Sustainability Officer Amartha, Aria Widyanto mengatakan Indonesia Timur adalah pasar potensial bagi industri fintech P2P lending menyalurkan pembiayaan.
"Kami lihat potensi Indonesia Timur sangat baik. Di tengah pelemahan ekonomi global ternyata pelaku usaha mikro yang bisa kita lihat di sini, seperti penjual jamu hingga pie susu masih tetap berkembang karena sudah terpapar dengan informasi pengelolaan bisnis yang baik, ditambah akses permodalan dari Amartha," kata Aria.
Kinerja Membaik, Industri Mulai Cuan
Sejalan dengan pertumbuhan penyaluran pembiayaan, industri fintech P2P lending sukses membalik kinerja keuangan dari yang mulanya rugi menjadi untung.
Berdasarkan kinerja awal tahun, industri fintech P2P lending tahun ini mencatatkan kinerja yang lebih baik dibanding tahun lalu. Dalam Januari-Februari 2025, industri P2P lending membukukan laba setelah pajak sebesar Rp233,71 miliar. Sedangkan per Januari 2025 saja, laba setelah pajak industri tercatat sebesar Rp152,22 miliar.
Sedangkan tahun lalu, industri P2P lending sempat mengalami rugi beruntun dalam tiga bulan awal. Dalam periode Januari hingga Maret, industri mencatatkan rugi setelah pajak berturut-turut sebesar Rp135,61 miliar, Rp97,56 miliar dan Rp27,32 miliar.
Meski megawali tahun dengan rugi tiga bulan beruntun, industri fintech P2P lending akhirnya menutup 2024 dengan laba setelah pajak sebesar Rp1,65 triliun.
Dengan start yang jauh lebih baik dibanding tahun lalu, AFPI percaya diri tahun ini laba industri P2P lending bisa melampaui capaian 2024 sebesar Rp1,65 triliun.
"Kami melihat ini disebabkan dampak dari hasil edukasi dan literasi yang dilakukan oleh OJK dan AFPI ke masyarakat di mana adanya switching dari para peminjam pinjol ilegal yang beralih ke pindar," tegas Entjik.
Untuk dapat menjaga pertumbuhan laba industri, Entjik mengatakan bahwa asosiasi terus mengimbau kepada seluruh anggota untuk dapat menekan non performing loan (NPL) serendah mungkin. Caranya adalah dengan tetap melakukan strategi konservatif, patuh terhadap regulasi, prudent dan memperhatikan tata kelola perusahaan yang baik.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan fenomena industri yang sempat merugi di awal 2024 adalah disebabkan adanya kebijakan penyesuaian bunga pinjaman. Implikasi dari kebijakan tersebut membuat perusahaan membutuhkan waktu untuk merumuskan kembali operasional mereka agar mendapatkan untung.
Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2024 berlaku ketentuan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2023. Dalam ketentuan tersebut, batas maksimum manfaat ekonomi untuk pendanaan produktif ditetapkan menjadi sebesar 0,1% per hari sejak 1 Januari 2024 dan 0,067% per hari sejak 1 Januari 2026.
Usai menyesuaikan dengan ketentuan bunga pinjaman baru tersebut, Huda mencatat industri P2P lending mulai meraup keuntungan kembali seiring dengan pertumbuhan permintaan pinjaman.
Untuk sisa tahun ini, Huda memproyeksi pertumbuhan laba industri tetap dapat melanjutkan pertumbuhan positif seiring dengan permintaan pinjaman yang masih cukup tinggi.
"Laba nampaknya juga masih bisa tumbuh mengingat aturan bunga pun nampaknya tidak seketat yang dibayangkan. Masih ada ruang bagi platform pinjaman daring untuk bisa meraup keuntungan, asalkan kebijakan yang diambil pun juga tidak memberatkan industri," kata Huda.
Adapun melihat fenomena pembiayaan yang tumbuh tinggi di wilayah Indonesia Timur, Huda memperingatkan industri untuk tetap waspada akan risiko gagal bayar.
"Semakin tinggi penyaluran, maka bisa di bulan ke tiga pasca penyaluran yang cukup berbahaya. Jika dihitung per April, maka ancaman gagal bayar ada di bulan Juni, Juli dan Agustus," pungkasnya.