Kinerja Membaik, Industri Mulai Cuan
Sejalan dengan pertumbuhan penyaluran pembiayaan, industri fintech P2P lending sukses membalik kinerja keuangan dari yang mulanya rugi menjadi untung.
Berdasarkan kinerja awal tahun, industri fintech P2P lending tahun ini mencatatkan kinerja yang lebih baik dibanding tahun lalu. Dalam Januari-Februari 2025, industri P2P lending membukukan laba setelah pajak sebesar Rp233,71 miliar. Sedangkan per Januari 2025 saja, laba setelah pajak industri tercatat sebesar Rp152,22 miliar.
Sedangkan tahun lalu, industri P2P lending sempat mengalami rugi beruntun dalam tiga bulan awal. Dalam periode Januari hingga Maret, industri mencatatkan rugi setelah pajak berturut-turut sebesar Rp135,61 miliar, Rp97,56 miliar dan Rp27,32 miliar.
Meski megawali tahun dengan rugi tiga bulan beruntun, industri fintech P2P lending akhirnya menutup 2024 dengan laba setelah pajak sebesar Rp1,65 triliun.
Dengan start yang jauh lebih baik dibanding tahun lalu, AFPI percaya diri tahun ini laba industri P2P lending bisa melampaui capaian 2024 sebesar Rp1,65 triliun.
Baca Juga
"Kami melihat ini disebabkan dampak dari hasil edukasi dan literasi yang dilakukan oleh OJK dan AFPI ke masyarakat di mana adanya switching dari para peminjam pinjol ilegal yang beralih ke pindar," tegas Entjik.
Untuk dapat menjaga pertumbuhan laba industri, Entjik mengatakan bahwa asosiasi terus mengimbau kepada seluruh anggota untuk dapat menekan non performing loan (NPL) serendah mungkin. Caranya adalah dengan tetap melakukan strategi konservatif, patuh terhadap regulasi, prudent dan memperhatikan tata kelola perusahaan yang baik.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan fenomena industri yang sempat merugi di awal 2024 adalah disebabkan adanya kebijakan penyesuaian bunga pinjaman. Implikasi dari kebijakan tersebut membuat perusahaan membutuhkan waktu untuk merumuskan kembali operasional mereka agar mendapatkan untung.
Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2024 berlaku ketentuan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2023. Dalam ketentuan tersebut, batas maksimum manfaat ekonomi untuk pendanaan produktif ditetapkan menjadi sebesar 0,1% per hari sejak 1 Januari 2024 dan 0,067% per hari sejak 1 Januari 2026.
Usai menyesuaikan dengan ketentuan bunga pinjaman baru tersebut, Huda mencatat industri P2P lending mulai meraup keuntungan kembali seiring dengan pertumbuhan permintaan pinjaman.
Untuk sisa tahun ini, Huda memproyeksi pertumbuhan laba industri tetap dapat melanjutkan pertumbuhan positif seiring dengan permintaan pinjaman yang masih cukup tinggi.
"Laba nampaknya juga masih bisa tumbuh mengingat aturan bunga pun nampaknya tidak seketat yang dibayangkan. Masih ada ruang bagi platform pinjaman daring untuk bisa meraup keuntungan, asalkan kebijakan yang diambil pun juga tidak memberatkan industri," kata Huda.
Adapun melihat fenomena pembiayaan yang tumbuh tinggi di wilayah Indonesia Timur, Huda memperingatkan industri untuk tetap waspada akan risiko gagal bayar.
"Semakin tinggi penyaluran, maka bisa di bulan ke tiga pasca penyaluran yang cukup berbahaya. Jika dihitung per April, maka ancaman gagal bayar ada di bulan Juni, Juli dan Agustus," pungkasnya.