Bisnis.com, MALANG--Tindak pidana perbankan didominasi oleh masalah perkreditan dan penyalahgunaan aset, sedangkan dari sisi pelaku yang terbanyak direksi bank, pejabat, eksekutif, dan karyawan bank.
Kepala Departemen Pemeriksaan Khusus dan Investigasi Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tutty Kustiati mengatakan kegiatan operasional bank memiliki kompleksitas yang cukup tinggi yang memungkinkan oknum bank melakukan penyimpangan, baik administratif maupun pidana.
“Untuk mengurangi potensi penyimpangan tersebut, bank wajib menjalankan operasionalnya dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, sehingga bukan saja bank akan terhindar dari masalah, tetapi yang jauh lebih penting adalah kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya di bank dapat tetap terpelihara,” ujarnya dalam keterangan resminya, Selasa (3/11/2015).
Tindak pidana perbankan, baik yang murni merupakan tindak pidana perbankan maupun yang terkait dengan tindak pidana lainnya seperti tindak pidana korupsi (Tipikor) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menggunakan bank sebagai sarana.
Tindakan tersebut tentunya dapat merugikan kepentingan berbagai pihak, baik bank itu sendiri selaku badan usaha, masyarakat sebagai nasabah penyimpan dan pengguna dana, sistem perbankan, otoritas perbankan, negara dan pemerintah, serta masyarakat luas.
Dari data statistik sejak tahun 1999 sampai dengan 2015, maka terdapat 808 kasus yang telah diinvestigasi yang terdiri dari 315 kasus di Bank Umum dan 493 kasus BPR dan BPRS.
Dilihat dari sebaran wilayah terjadinya dugaan tipibank tersebut, DKI Jakarta merupakan wilayah yang memiliki kasus terbanyak yaitu sebanyak 283 kasus, selanjutnya diikuti oleh Jawa Barat (121 kasus), Jawa Tengah (103 kasus) dan Jawa Timur (74 kasus).
Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan pemahaman penanganan dugaan tindak pidana perbankan, telah diselenggarakan kegiatan sosialisasi Penanganan Dugaan Tindak Pidana Di Bidang Perbankan di Kantor OJK Malang pada tanggal 27-29 Oktober 2015.
Sosialisasi ini merupakan kegiatan keenam pada tahun 2015, sebelumnya kegiatan serupa telah diselenggarakan di Solo, Samarinda, Palembang, Manado dan Manokwari dengan mengundang aparat penegak hukum, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan setempat, serta industri perbankan.
Jumlah peserta yang telah mengikuti sosialisasi pada tahun 2015 dari penegak hukum adalah 230 orang dan industri perbankan sebanyak 544 orang.
Melalui sosialisasi ini diharapkan dapat menambah wawasan cara pandang mengenai tindak pidana perbankan dan pencegahannya, serta penyimpangan ketentuan perbankan yang berindikasi tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Selain itu, diharapkan juga para praktisi di industri perbankan dapat mengetahui konsekuensi hukum bagi pelaku tipibank sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat menimbulkan efek jera sekaligus sebagai upaya preventif terhadap tindak pidana perbankan.