Bisnis.com JAKARTA -- Pelaku fintech syariah diminta untuk serius dalam menerapkan prinsip syariah, meski syarat produknya jauh lebih fleksibel dari perbankan.
Wakil Ketua Asosiasi Fintech Syariah (AFSI) Lutfi Adhiansyah menegaskan bahwa membangun perusahaan fintech syariah harus didukung oleh pengetahuan syariah yang baik dan sesuai dengan etika bisnis yang islami.
Hal tersebut disebabkan banyak masyarakat yang masih asing dengan praktik ekonomi syariah. Bukan hanya fintech lending, dia mengaku masih banyak pelaku startup yang hanya mengatasnamakan syariah, tetapi tidak fokus dalam menjalankan prinsip syariahnya.
“Misal tidak ada dewan pengawas syariah. Yang seperti ini kurang kuat kalau langsung lari ke pasar. Jadi di satu sisi fintech syariah kendaraan yang bagus untuk ekonomi syariah, tetapi yang masuk kesana harus komitmen memiliki ahli di bidang tersebut,” katanya.
Dia menilai wajar jika masih banyak perusahaan fintech syariah yang terganjal dengan berbagai persyaratan untuk terdaftar di OJK. Menurutnya, tantangan perusahaan fintech syariah untuk mengantongi bukti daftar OJK adalah menerapkan akad yang sesuai.
“Sumber daya di OJK sangat paham dengan syariah. Jadi kalau perusahaan mentah persiapannya, maka pasti tidak diterima OJK,” paparnya.
Di mata OJK, lanjutnya, fintech bukan lagi startup, tetapi highly regulated institution, hanya saja produknya lebih fleksibel dari perbankan sehingga fintech syariah diminta untuk menerapkan manajemen risiko yang mumpuni.
Jika perusahaan tidak menerapkan prinsip syariah dengan baik, maka akan lahir investasi bodong yang merugikan masyarakat.