Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Merpati Nusantara Airlines Berpotensi Pailit?

Nasib PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) berada di ujung tanduk setelah pemerintah menyatakan urung memberikan kucuran dana segar yang dianggap membebani APBN.
/Bisnis
/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Nasib PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) berada di ujung tanduk setelah pemerintah menyatakan urung memberikan kucuran dana segar yang dianggap membebani APBN.

PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) mencatat, kewajiban atau utang yang dimiliki oleh PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) lebih besar dibandingkan dengan aset yang dimiliki sampai dengan akhir Desember 2017. Perseroan memiliki kewajiban hingga Rp10,72 triliun. Dengan aset hanya Rp1,21 triliun, posisi ekuitas maskapai pelat merah itu tercatat minus Rp9,51 triliun per 31 Desember 2017.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius Kiik Ro menjelaskan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri BUMN Rini M. Soemarno menyatakan tidak akan masuk ke dalam restrukturisasi Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang saat ini tengah diupayakan. Artinya, pemerintah tidak akan mengucurkan dana untuk proses tersebut.

“Siapa saja yang mau mengambil MNA silakan tetapi tidak memberikan beban baru atau penyertaan modal negara [PMN] yang dapat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN],” ujarnya di Jakarta, Senin (16/7).

Aloysius menyingung keputusan hasil komite privatisasi, pada 2016, yang telah memberikan persetujuan untuk terdilusinya saham pemerintah hingga 0% di MNA. Dari situ, tergambar pemerintah dapat meninggalkan bisnis atau melepas status BUMN perseroan.

Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Henry Sihotang menjelaskan bahwa restrukturisasi MNA tengah memasuki tahap penyusunan proposal perdamaian untuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Surabaya, Jawa Timur. Adapun, jadwal sidang selanjutnya akan berlangsung pada 20 Juli 2018.

Henry mengungkapkan penyusunan proposal perdamaian dilakukan bersama calon investor yang memiliki keinginan untuk menyelamatkan MNA. Usulan skema penyelamatan tersebut harus masuk sebelum jadwal sidang yang telah ditentukan.

Dia menyebut total utang MNA yang diajukan kreditur di pengadilan senilai Rp10,03 triliun. Akan tetapi, menurut perhitungan PPA, total utang perseroan Rp10,72 triliun. “Batas akhir perpanjangan sampai 3 November 2018 kalau memang tidak bisa direstrukturisasi maka MNA bisa dinyatakan pailit,” paparnya.

Henry menyebut, proposal yang tengah disusun bersama calon investor MNA berisi beberapa skema seperti konversi utang menjadi saham dan cicilan jangka panjang. Namun, pihaknya memastikan sang pemilik modal nantinya tetap akan menjalankan model bisnis utama yakni penerbangan.

Menurut catatan Bisnis.com, MNA memiliki total utang Rp10,03 triliun kepada tiga kategori kreditur. Pertama, kreditur separatis atau jaminan kebendaan senilai Rp3,33 triliun dengan pemegang tagihan terbesar Kementerian Keuangan senilai Rp2,1 triliun. Kedua, kreditur konkuren senilai Rp5,62 triliun. Tagihan terbesar untuk kategori tersebut dipegang oleh PT Pertamina (Persero) senilai Rp2,6 triliun.

Terakhir, tagihan dari kreditur prefern atau prioritas tercatat Rp1,08 triliun. Jumlah tersebut menampung tagihan dari bekas karyawan dan kantor pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper