JAKARTA-Kamar Dagang dan Industri Indonesia menilai pentingnya Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi negara, dunia usaha dan kalangan pekerja/buruh.
Namun Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Tenaga Kerja Frans Go mengakui selama ini masih ada perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sesuai dengan undang-undang.
"Persoalan ini dikarenakan kurangnya informasi yang diterima oleh para pihak, termasuk para pengusaha yang terkadang dinilai kurang tanggap terhadap kesejahteraan pekerja mereka," ujarnya hari ini (13/2).
Menurutnya, pengesahan UU No.24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 28 Oktober 2011 menumbuhkan harapan akan datangnya jaminan sosial yang lebih baik bagi kalangan pekerja/buruh.
Bahkan, pengesahan itu menjadi sebuah angin segar di tengah banyaknya kasus ketidakadilan yang sering dialami para pekerja/buruh.
Frans menegaskan para kerja/buruh juga memerlukan rasa aman dan terlindungi seperti saat pekerja/buruh sakit, mengalami kecelakaan kerja, tidak bekerja lagi dan meninggal dunia.
“Penciptaan bentuk rasa aman tentu tidak tanpa kontroversi, perjalanan reformasi sistem jaminan sosial menunjukkan sedikitnya ada dua dimensi utama sistem jaminan sosial yang patut mendapat perhatian khusus, jika target pertumbuhan ekonomi ingin diraih,” ujarnya.
Dimensi yang pertama adalah dimensi manfaat, di mana dapat diukur tingkat rasa aman yang dirasakan oleh individu warga negara secara langsung, baik pengusaha maupun pekerja.
Dimensi kedua tentang kendali politik, di mana masyarakat dapat mengamati aliran dana publik hasil kumpulan iuran jaminan sosial.
Frans menyatakan dimensi kedua ini perlu terus dipantau, karena dimensi inilah yang kerap menjebak sistem jaminan sosial menjadi sekedar sapi perah bagi sebagian politisi atau kelompok kepentingan tertentu.
“Hal itu dikarenakan sistem jaminan sosial tidak berkelanjutan, rasa aman tergerogoti dan pertumbuhan ekonomi menjadi terganggu," tuturnya. (yus)