BISNIS.COM, TASIKMALAYA--Perusahaan pembiayaan atau multifinance di Tasikmalaya mengeluhkan tingginya kasus penjualan kendaraan bermotor yang masih dalam masa cicilan sehingga menyulitkan penanganan pada saat terjadi kredit macet.
Kepala FIF Tasikmalaya Jahra Reza mengatakan sejak tiga tahun terakhir di Tasikmalaya banyak kasus sengketa dari pembiayaan bermasalah yang melibatkan pihak ketiga.
Hal itu, ungkapnya, dipicu ulah nasabah yang menjual atau menggadaikan kendaraan bermotor yang belum lunas sehingga sulit disita pada saat terjadi kredit macet.
Dia memaparkan kendaraan yang masih masa kredit, digadaikan kepada pihak ketiga dan seterusnya kemudian kreditnya tidak dibayar. Sedangkan aturannya, jika sudah 5 bulan tidak bayar cicilan harus diserahkan ke leasing secara sukarela atau dari pihak leasing mengamankan kendaraan.
“Multifinance merasa dirugikan karena unit kendaraan yang terlambat cicilan lebih dari 5 bulan sulit disita, dan harus berurusan dengan pihak ketiga dan selanjutnya yang menerima gadai atau membeli,” katanya kepada Bisnis, Selasa (16/4/2013).
Dia mengatakan kasus tersebut bisa mencapai 15 kasus dalam satu bulan, dan transaksi seperti itu semakin marak terjadi sehingga seolah-olah dibenarkan secara hukum.
Menurutnya, disinyalir ada pihak yang sengaja mempengaruhi kesadaran konsumen, sehingga berani mangkir dari kewajibannya.
“Banyak mafia kendaraan berlindung di balik organisasi LSM. Kejadian seperti itu sudah berlangsung tiga tahun terakhir, meski saat ini relatif sudah ada perbaikkan,” ujarnya.
Dia menambahkan FIF Tasikmalaya dalam tiga tahun menanggung kerugian hingga Rp3 miliar akibat kasus tersebut.
Dia berharap Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Tasikmalaya bisa mendorong perbaikan iklim usaha di Tasikmalaya yang saling menguntungkan antara konsumen dengan perusahaan.
“Perbaikkan tersebut salah satunya dengan adanya DP tinggi, secara langsung menyeleksi konsumen. BPSK diharapkan mampu memediasi sengketa konsumen dengan perusahaan secara win-win solution,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota BPSK Uli Muslehudin mengakui, sengketa antara konsumen dengan produsen di Kota Tasikmalaya cukup tinggi.
Menurutnya, kasua yang sering muncul adalah antara nasabah dengan perbankan dan perusahaan pembiayaan. Ke depan, perlu sosialisasi tentang kesadaran konsumen tentang hak dan kewajibannya.
“Untuk tahap awal, BPSK masih konsolidasi internal. Ke depan tentu saja perlu sosialisasi, pembinaan, dan pengawasan konsumen," ujarnya.
Selain itu, BPSK juga membuka konsultasi bagi masyarakat seperti dalam menyelesaikan masalah melalui rekonsiliasi, mediasi, dan arbitase.
"Kini sudah ada beberapa keluhan dari masyarakat yang masuk ke BPSK,” ungkap Uli.