Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus BPR Restu Artha Makmur: Nasabah Merasa Ditekan Pihak Ketiga

Ranggoaini Jahja, nasabah PT BPR Restu Artha Makmur yang melaporkan pengaduan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengaku ada tekanan pihak ketiga dalam pengalihan kredityang berujung pada penyitaan aset.

Bisnis.com, JAKARTA - Ranggoaini Jahja, nasabah PT BPR Restu Artha Makmur yang melaporkan pengaduan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengaku ada tekanan pihak ketiga dalam pengalihan kredit kepada pihak ketiga yang berujung pada penyitaan aset.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula dari pengajuan kredit oleh Hendro Rahtomo, suami Ranggoaini, kepada BPR Restu Artha Makmur sebesar Rp1 miliar pada Desember 2011. Sebagai jaminan, debitur mengagunkan aset berupa rumah dan tanah yang ditaksir bernilai Rp5 miliar.

Merasa keberatan dengan bunga yang ditetapkan dan jangka waktu penyelesaian pinjaman, pada September 2011 keduanya berniat mengalihkan kredit kepada BPD Kulon Progo, namun ditolak karena kredit tersebut tidak tercatat dalam Sistem Informasi Debitur (SID).

Setelah itu,langkah yang ditempuh selanjutnya adalah megupayakan penjadwalan ulang tempo jatuh tempo pinjaman oleh BPR Restu Artha Makmur. Akan tetapi, manajemen  menolak usulan itu dan mendaftarkan aset jaminan untuk dilelang.

Pengumuman dan penetapan lelang dilakukan pada 29 Januari 2013 dan 27 Februari 2013, namun tidak ada pembeli.

Di tengah kepanikan itu, manager legal BPR Restu Artha Makmur Boedhy Koeswharto memberikan tawaran solusi berupa dana talangan dari pihak ketiga atas nama Maylinawati Soegiarto yang akan menutup hutang nasabah kepada bank.

Syarat yang ditetapkan adalah bahwa nasabah harus mengembalikan pinjaman kepada pihak ketiga berikut bunganya sebesar total Rp1,275 miliar dalam jangka waktu tiga bulan.

Kejanggalan lain terjadi, yakni ketika diketahui bahwa perjanjian pengalihan hutan kepada pihak ketiga tersebut dibuat dalam bentuk akta perikatan jual beli, akta kuasa menjual dan akta perjanjian pengosongan. Ketiga akta tersebut dibuat di hadapan notaris pada 26 Februari 2013.

"Kami merasa tertekan dan menandatangani akta perjanjian tersebut," katanya.

Belakangan diketahui, Maylinawati merupakan pengurus BPR Restu Artha Makmur.

“Akta dibuat seolah-olah terjadi jual beli antara Maylinawati Soegiarto dengan klien kami sebesar Rp1,275 miliar padahal seharusnya kesepakatannya adalah bahwa pihak ketiga menalangi hutang dengan syarat jangka waktu tertentu disertai bunga dan denda,” kata Irsyad Thamrin, pengacara nasabah.

Dalam jangka waktu tiga bulan sejak perjanjian dengan pihak ketiga, Ranggoaini dan Hendro belum dapat mengembalikan pinjaman sehingga aset yang dijaminkan terancam diambil alih. Menuru Thamrin, pihak ketiga bersikeras meminta Hendro dan istrinya mengosongkan rumah dan tanah yang diagunkan.

“Kami sempat mau bayar tapi ditolak. Mereka mau dibayar dengan harga pasar yakni sekitar Rp5 miliar, padahal hutang dan dendanya Rp1 miliar lebih,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : News Editor
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper