Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengetatan Moneter Bakal Dipertahankan, BI Rate Tetap 7,5%

Bank Indonesia diperkirakan mempertahankan pengetatan moneter dengan tetap mematok suku bunga acuan 7,5% menyusul penguatan tajam rupiah yang dapat mengancam skenario perbaikan transaksi berjalan.
Logo Bank Indonesia/JIBI
Logo Bank Indonesia/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA--Bank Indonesia diperkirakan mempertahankan pengetatan moneter dengan tetap mematok suku bunga acuan 7,5% menyusul penguatan tajam rupiah yang dapat mengancam skenario perbaikan transaksi berjalan.

Sejumlah ekonom memprediksi bank sentral tidak akan memperlonggar kebijakan moneter di tengah apresiasi rupiah. Pasalnya, rupiah yang menguat sekitar 2% sejak awal Maret  ke kisaran Rp11.400 per dolar Amerika Serikat akan kondusif bagi kegiatan impor.

Padahal, BI dan pemerintah tengah menekan impor untuk mempersempit defisit transaksi berjalan tahun ini ke level 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 3,26% tahun lalu.

Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan bank sentral terakhir kali menaikkan BI rate pada November 2013 menjadi 7,5% dari 7,25% bulan sebelumnya.

 Penaikan itu baru berdampak efektif terhadap perlambatan kredit perbankan dan selanjutnya impor nonmigas paling cepat 3 bulan kemudian.

“Sehingga, kalau BI rate diturunkan, ini akan kontraproduktif dengan concern BI di transaksi berjalan,” katanya, Selasa (11/3/2014).

Lebih jauh lagi, penurunan BI rate akan membingungkan pasar di tengah apresiasi rupiah yang dapat memperbesar impor.

Rapat Dewan Gubernur BI akan digelar Kamis (13/3/2014) untuk menentukan apakah bank sentral perlu mengubah atau mempertahankan level BI rate saat ini.

Prediksi serupa juga dikemukakan Kepala Ekonom BNI Tbk Ryan Kiryanto. Menurutnya, tekanan saat ini bukan berasal dari inflasi sehingga kondisi itu kurang menjadi fokus perhatian bank sentral saat ini dalam menentukan kebijakan moneter.

Inflasi tahunan terus menurun hingga mencapai 7,75% pada Februari 2014, menurun dari posisi sekitar 8% sejak penaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pertengahan tahun lalu.  

“BI rate tetap 7,5% karena itulah level yang paling ideal untuk jangka pendek ini,” katanya.

Menurutnya, jika BI rate diturunkan, impor akan naik seiring penguatan rupiah dan membahayakan transaksi berjalan yang menjadi perhatian terbesar bank sentral saat ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper