Bisnis.com, JAKARTA---Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menetapkan batasan rasio piutang pembiayaan bermasalah (non-performing finance/NPF) sebesar 5% dari total piutang pembiayaan.
Rencana penetapan batasan NPF itu tercantum dalam Rancangan Peraturan OJK tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan yang saat ini masih dibahas oleh regulator dan pelaku industri. Dalam peraturan lama yaitu PMK No.84/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, batasan NPF seperti itu belum diatur.
Apabila perusahaan pembiayaan memiliki NPF lebih dari 5% maka regulator dapat meminta perusahaan tersebut untuk tidak menerima pinjaman baru, tidak melakukan kegiatan usaha yang menyebabkan NPF, tidak membuka kantor cabang baru serta melakukan upaya restrukturisasi.
Pembiayaan yang dapat dikategorikan sebagai NPF terdiri atas piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Dalam RPOJK tersebut, piutang pembiayaan kurang lancar diartikan apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok atau bunga melampaui 90-120 hari.
Sementara itu, kualitas piutang diragukan apabila keterlambatan 120 hari-180 hari serta piutang macet apabila keterlambatan melampaui 180 hari. Pengaturan mengenai kualitas piutang pembiayaan itu sebelumnya juga belum terdapat di PMK No.84/2006.
Dari lima kategori kualitas piutang yang ada, kualitas piutang lancar (tidak ada keterlambatan atau terdapat keterlambatan sampai 30 hari) serta dalam perhatian khusus (keterlambatan 30 hari-90 hari) merupakan kategori yang dianggap aman.
Dimintai pendapatnya, Direktur PT Reksa Finance Ediyanto Djeragan mengatakan batasan NPF sebesar 5% masih cukup wajar. “Mungkin angka tersebut berdasarkan angka rata-rata tertinggi di industri saat ini,” katanya kepada Bisnis, Rabu (24/9).