Bisnis.com, JAKARTA--Anjloknya cadangan devisa Indonesia sebesar US$3,9 miliar pada akhir Maret 2015 disebabkan intervensi nilai tukar rupiah yang dilakukan Bank Indonesia di pasar keuangan.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menuturkan Bank Indonesia selalu ada di pasar dengan serius untuk mengintervensi pergerakan kurs dalam batas yang wajar. Intervensi dilakukan dengan menggelontorkan cadangan devisa ke pasar valas.
"Sudah intervensi. Bank Indonesia selalu ada di pasar dengan serius," ujar Mirza di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (8/4/2015).
Pada hari ini, Bank Indonesia mengumumkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2015.
Cadangan devisa melorot US$3,9 miliar dari US$115,5 miliar pada akhir Februari menjadi US$111,6 miliar pada 31 Maret 2015.
Menurut Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs, penurunan posisi cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental.
Meskipun mengalami penurunan, posisi cadangan devisa per akhir Maret 2015 masih cukup membiayai 6,9 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," katanya.
Kendati sudah menguras devisa sekitar Rp50,7 triliun, kurs tengah rupiah yang dirilis BI pada Rabu (8/4) pagi masih menyentuh Rp13.002 per dolar AS atau turun dari Rp12.982 pada 7 April 2015.
Mirza menjelaskan depresiasi rupiah disebabkan penguatan dolar terhadap semua mata uang di dunia. Pelemahan rupiah sebesar 4%-5% year-to-date dinilai relatif kecil dibandingkan depresiasi mata uang lain, salah satunya Euro yang merosot 15%.
"Jadi tidak harus terlalu kita khawatirkan. Yang penting pemerintah pada track yang benar untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. Kalau defisit berkurang pasti rupiahnya akan lebih stabil atau bahkan bisa menguat," ujar Mirza.