Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Sentuh Level Terendah, DBS: BI Rate Tak Mungkin Turun

The Development Bank of Singapore Limited atau DBS Bank memerkirakan Bank Indonesia tidak mungkin menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate akibat kurs rupiah yang sempat menyentuh level terendah sepanjang sejarah.
Nasabah tengah antre ATM DBS Bank/Bloomberg.com
Nasabah tengah antre ATM DBS Bank/Bloomberg.com

Bisnis.com, JAKARTA--The Development Bank of Singapore Limited atau DBS Bank memerkirakan Bank Indonesia tidak mungkin menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate akibat kurs rupiah yang sempat menyentuh level terendah sepanjang sejarah.

Ekonom Bank DBS Indonesia Gundy Cahyadi mengatakan pada saat sejumlah bank sentral di Asia memangkas suku bunga beberapa pekan belakangan, pihaknya tidak melihat BI akan melakukan hal yang sama.

"Kami memerkirakan BI akan tetap mempertahankan kebijakan moneternya ke depan, walaupun adanya risiko penurunan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis.com, Jumat (16/10/2015).

Dia memprediksi, alasan BI mempertahankan suku bunga acuan di level 7,5% adalah akibat meningkatnya inflasi. Tidak seperti negara lain di Asia, tingkat inflasi inti di Indonesia sejak 2014 terus meningkat.

Pada saat yang sama, pelemahan rupiah yang berkelanjutan terhadap dolar Amerika Serikat terus berlanjut dan membuat harga barang domestik turut terkerek naik. Pasalnya, import content of production diperkirakan mencapai 70%.

Meskipun rupiah sempat mengalami penguatan dalam dua pekan terakhir, sambungnya, pelemahan rupiah tetap menjadi perhatian bagi bank sentral. Sejak akhir 2013, rupiah telah melorot 17% terhadap dolar AS hingga September 2015.

"Secara nominal effective exchange rate, rupiah juga berada di level terlemah sepanjang sejarah. Walaupun sebenarnya hanya sekitar 1% lebih lemah dibandingkan level di akhir tahun 2013," paparnya.

Tidak hanya itu, sebagian besar barang-barang impor didenominasikan dalam dolar AS, sehingga memengaruhi sentimen di antara pelaku bisnis. Biaya produksi yang melonjak juga meredam pertumbuhan investasi, yang diprediksi oleh DBS mencapai 3,6% tahun ini, terendah selama 10 tahun terakhir.

Bank Indonesia, sambungnya, tak lagi bersikap toleran terhadap lemahnya rupiah. Bank sentral telah melakukan banyak usaha untuk mencegah pelemahan lebih lanjut, terbukti dengan melorotnya cadangan devisa.

Bank Indonesi terus mengintervensi pasar uang dengan menggelontorkan cadangan devisa. Tercatat, cadangan devisa (Cadev) per 30 September lalu sebesar US$101,72 miliar.

BI telah menguras Cadev sebesar US$6,33 miliar setara dengan Rp88,62 triliun hingga akhir September. Posisi Cadev pada Juli 2015 mencapai US$107,55 miliar.

"Menurut kami, intervensi yang agresif mungkin bukan pilihan terbaik untuk saat ini, mengingat pelemahan rupiah lebih dikarenakan penguatan sentimen global terhadap dolar AS, seperti yang tercermin di pergerakan nominal effective exchange rate (NEER) rupiah.

Kendati demikian, katanya, perlu dicatat bahwa jumlah cadangan devisa saat ini masih memberikan cakupan sebesar dua kali dari utang luar negeri jangka pendek dan delapan kali import cover.

Untuk terus menjaga stabilitas rupiah, BI telah mengeluarkan berbagai kebijaka sepanjang tahun ini.

Tiga kebijakan terakhir yang diumumkan pada 30 September a.l. intervensi akan dilakukan di forward market, pengurangan pajak bunga deposito bagi eksportir yang menyimpan pendapatan di perbankan Indonesia, dan penurunan holding periode surat berharga Indonesia (SBI) dari 1 bulan menjadi 1 minggu.

"Kebijakan ketiga tersebut bisa jadi yang terpenting dari semua," katanya.

Dalam rentang 2009-2010, SBI merupakan instrumen populer untuk sepekulasi terhadap penguatan rupiah. Kepemilikan asing atas SBI meningkat hampir 60% dari kepemilikan asing untuk obligasi pemerintah.

Walaupun DBS memerkirakan BI akan menjaga BI Rate stabil hingga tahun depan, Gundy menuturkan suku bunga jangka pendek di market sendiri sebenarnya telah melonjak.

Dalam dua bulan terakhir, JIBOR 3 bulan meningkat mencapai 70 bps. hasil dari SDBI juga ikut naik hingga 50 bps di hampir semua jangka waktu.

Peningkatan suku bunga, katanya, mungkin counterintuitive dikarenakan banyaknya risiko terhadap pertumbuhan PDB. Namun, jika memang underlying demand untuk kredit perbankan rendah, suku bunga yang lebih tinggi mungkin tidak akan terlalu berpengaruh pada laju pertumbuhan kredit baru bank.

"Di saat bersamaan, jika suku bunga lebih tinggi, akan meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang rupiah, mungkin pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap prospek pertumbuhan PDB," jelasnya.

Setelah dua pekan berturut-turut menguat tajam, kurs rupiah akhirnya menyerah dan terkulai 128 poin atau 0,95% ke level Rp13.540 per dolar Amerika Serikat pada pekan ini.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan di pasar spot akhir pekan ini, Jumat (16/10/2015), kurs rupiah ditutup melemah 0,91% atau 122 poin ke level Rp13.540/US$. Depresiasi rupiah terdorong oleh melemahnya mayoritas mata uang regional Asia.

Hal ini terjadi akibat investor mulai mengkhawatirkan kembali dilakukannya devaluasi yuan China. Sepanjang hari ini, kurs rupiah bergerak pada level Rp13.489/US$ hingga Rp13.619/US$.

Bahkan, selama sepekan, kurs rupiah di pasar spot tercatat terdepresiasi 0,95% atau 128 poin ke level Rp13.540/US$ dari akhir pekan lalu Rp13.412/US$. Sejak awal tahun, rupiah masih terdepresiasi 8,51% year-to-date.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia tedepresiasi ke atas Rp13.500/US$, melemah bersama nilai tukar rupiah di pasar spot.

Bank Indonesia menetapkan kurs tengah di Rp13.534/US$, melemah 246 poin dari kurs tengah kemarin, atau terdepresiasi 1,85%. Kurs tersebut juga sama dengan kurs referensi Jakarta Interbank spot dollar rate (Jisdor).

Adapun kurs jual ditetapkan pada level Rp13.602/US$, sedangkan kurs beli dipatok pada level Rp13.466/US$.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro