Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AKSI KORPORASI BUMN: Kala Hubungan Rini-DPR Kurang Mesra

Pelaksanaan aksi korporasi sejumlah BUMN kemungkinan bakal terus tertunda apabila Menteri BUMN Rini Soemarno tidak segera melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada tahun ini.
Menteri Rini Soemarno, dan Gedung DPR RI. /Bisnis.com
Menteri Rini Soemarno, dan Gedung DPR RI. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaksanaan aksi korporasi sejumlah BUMN kemungkinan bakal terus tertunda apabila Menteri BUMN Rini Soemarno tidak segera melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada tahun ini.

Sampai awal bulan ketiga 2016, Rini belum sekalipun menggelar rapat dengan Komisi VI di DPR. Rini terakhir kali melakukan rapat bersama Komisi VI pada Desember 2015. Padahal, sejumlah aksi korporasi BUMN dapat berlangsung apabila Rini bertemu dengan Komisi VI.

Sejumlah bentuk aksi korporasi tersebut adalah penerbitan saham baru (rights issue) oleh BUMN yang telah berstatus sebagai perusahaan terbuka, penawaran saham perdana (initial public offerings/IPO) atau pembentukan holding BUMN.

Seperti diketahui, sejumlah emiten BUMN mendambakan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk memperkuat struktur permodalan perusahaan pada 2016. Apabila PMN itu disetujui oleh DPR dan pemerintah, emiten itu akan melakukan rights issue.

Persoalannya, pembahasan PMN itu membutuhkan komunikasi antara Komisi VI dan Rini. Tanpa komunikasi antara dua pihak itu, aksi korporasi seperti rights issue yang kemungkinan dilakukan oleh lima perusahaan bakal terganjal.

Berdasarkan Rancangan APBN 2016, empat emiten BUMN yang diusulkan mendapatkan PMN yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Jasa Marga (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Satu perusahaan lain, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. berencana melakukan rights issue tanpa PMN dengan potensi berkurangnya porsi saham negara atau bertambahnya porsi kepemilikan investor publik.

Rights issue Kimia Farma juga membutuhkan komunikasi antara Komite Privatisasi BUMN dan DPR. Berdasarkan catatan Bisnis.com, sejumlah proyek Wijaya Karya yang bakal ditopang oleh PMN antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa V serta PLTU Jawa VII.

Proyek lainnya adalah pembangunan Kawasan Industri Kuala Tanjung, pembangunan jalan tol Soreang–Pasir Koja, tol Manado-Bitung, tol Samarinda Balikpapan, serta sistem penyediaan air minum (SPAM) Jatiluhur.

Manajemen perusahaan sempat menyatakan tidak akan menggunakan dana PMN untuk pembangunan proyek kereta cepat Jakarta–Bandung mengingat PMN dianggarkan dalam APBN.

Sementara itu, proyek PTPP yang bakal ditopang oleh PMN adalah proyek jalan tol Balikpapan–Samarinda, Pandaan–Malang, Manado– Bitung, Medan–Kuala Namu–Tebing Tinggi, Batang– Semarang, kawasan Industri Kuala Tanjung, dan Multipurpose Terminal Kuala Tanjung.

Proyek Jasa Marga yang bakal ditopang oleh PMN antara lain sejumlah p royek pembangunan jalan tol seperti Solo–Ngawi– Kertosono, Semarang-Batang, Pandaan–Malang, dan Jakarta– Cikampek II.

Selain itu, proyek Krakatau Steel yang diusulkan ditopang oleh PMN adalah proyek pembangunan pabrik baja lembaran canai panas (hot strip mill #2) serta PLTU Batubara berkapasitas 1x150 mega watt.

LARANGAN

Ketua Komisi VI Hafisz Thohir mengatakan pihaknya dan Menteri BUMN tidak dapat melakukan rapat karena larangan yang dikeluarkan oleh pimpinan DPR terkait kasus PT Pelabuhan Indonesia II (Persero).

Menurutnya, pimpinan DPR tidak memberikan izin rapat Komisi VI dan Rini. Sebagai pengingat, Panitia Khusus DPR mengirimkan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo agar menghentikan Rini dari jabatan Menteri BUMN dan Richard Joost Lino dari jabatan Direktur Utama Pelindo II pada 2015.

Namun, sampai saat ini, Rini masih dipertahankan oleh Jokowi. “Kami terkendala karena Ibu Menteri tidak bisa rapat di Komisi VI. Kita meminta pimpinan DPR untuk mencarikan solusi. Apakah pimpinan DPR menyurati Presiden atau mengundang Presiden bicarakan hal tersebut,” katanya, pekan lalu.

Menurutnya, DPR akan segera membahas RAPBN Perubahan 2016 pada awal bulan depan. Hafisz mengatakan pemerintah harus mengirimkan wakil setingkat Menteri untuk membahas kebijakan tersebut.

Menurut Hafisz, kebijakan itu tidak bisa dibahas oleh pejabat setingkat Deputi Menteri. “Komisi VI perlu melakukan rapat kerja dengan Kementerian BUMN, karena ini menyangkut kebijakan-kebijakan strategis yang harus kita putuskan,” kata Hafisz.

Di samping itu, Komisi VI juga mengaku belum mendapatkan penjelasan rinci mengenai peta jalan BUMN 2015–2019 yang telah disusun oleh Kementerian BUMN. Salinan peta jalan itu telah diserahkan oleh Rini kepada DPR pada Desember 2015, tetapi belum dijelaskan secara rinci.

Rini baru membahas peta jalan itu dengan Presiden RI pada pekan lalu. “Jadi kalau ditanya bagaimana roadmap, kami belum dapat detail dari paparan, termasuk pembentukan holding beberapa BUMN strategis. Kami belum bisa lebih detail bicaranya,” tambah Hafisz.

Disinggung mengenai hal tersebut, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan pihaknya akan berusaha fokus dalam pembentukan holding BUMN.

Menurutnya, salah satu tujuan pembentukan holding BUMN adalah mengurangi ketergantungan BUMN kepada APBN dengan cara peningkatan leverage. Kapasitas modal BUMN setelah holding dianggap bakal lebih kuat.

Sementara itu, sejumlah manajemen BUMN yang berencana melakukan rights issue pada 2016 menyatakan tengah mencermati situasi terkini.

Pengamat BUMN dari BUMN Watch Naldi Nazar Harun menilai hubungan kerja antara Menteri BUMN dan DPR perlu segera diperbaiki supaya masalah antara keduanya tidak berlarut-larut. “Hubungan kerja seharusnya berjalan seperti biasa,” katanya, Senin (7/3).

Soal rekomendasi pemberhentian Rini dari jabatannya, Naldi mengatakan hal tersebut tidak bisa dipastikan apakah akan dilakukan atau tidak oleh Presiden. Hal tersebut juga tidak bisa diprediksi kapan akan dilakukan.

Menurutnya, salah satu kunci supaya hubungan antara Menteri BUMN dan DPR dapat kembali membaik adalah perihal komunikasi. “Kalau tidak bisa menggelar rapat, mungkin mengirim surat dulu,” katanya.

Jangan sampai, proyek-proyek infrastruktur yang digarap oleh sejumlah BUMN tertunda gara-gara kesulitan pendanaan akibat tak terlaksananya aksi korporasi seperti yang telah direncanakan. ()

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yodie Hardiyan
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Selasa (8/3/2016)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper