Bisnis.com, SEMARANG –Kementerian Ketenagakerjaan sedang mendorong Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencover asuransi bagi TKI di luar negeri. Cara ini dipandang lebih mudah dan menguntungkan TKI.
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan sebagai Badan Negara, BPJS sangat layak mencover asuransi ketenagakerjaan TKI,” ujarnya di Kantor Kementrian Ketenagakerjaan saat menerima audiensi beberapa pegiat buruh migran dan keluarga korban TKI asal NTT, Seasa, 27 /92016.
BPJS juga bisa membuka - di negara yang banyak mempekerjakan TKI”.
BPJS juga bisa membuka - di negara yang banyak mempekerjakan TKI”.
BPJS juga dinilai mampu menjamin kebuthan tenaga kerja Indonesia, terutama terkait jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan hari tua.
Selama ini, asuransi TKI yang bekerja di luar negeri discover oleh Konsorsium Asuransi TKI. Pada praktiknya sering terjadi kendala yang dialami TKI dalam mengurus klaim asuransi. Menurut Hanif, hal itu akan beda jika ditangani oleh BPJS yang merupakan badan milik Negara. Menurut Menteri Hanif, wacana agar BPJS menangani asuransi TKI adalah rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberikan kepada Presiden dan Kemnaker agar pelayanan asuransi kepada TKI lebih baik.
Para pegiat buruh migran yang melakukan audiensi adalah Jaringan Buruh Migran Indonesia, International Migrants Alliance, Keluarga Buruh Migran Indonesia, sejumlah mahasiswa serta perwakilan keluarga dua korban TKI asal NTT yang meninggal di Malaysia.
Selain mengucapkan rasa belasungkawa terhadap keluarga korban, Menteri Hanif juga akan mempelajari terkait hak asuransi untuk Dolfina dan Yufrinda. Jika kedua korban adalah TKI legal, menteri berjanji membantu pencairan asuransi.
Menteri Hanif juga memberi bantuan secara pribadi kepada keluarga kedua korban, serta berkomitmen membantu biaya pendidikan untuk kedua anak almarhum Dolfina, yakni Ernafina Teu (7) dan Yulius Taek (3).
Sesuai dengan ketentuan, tiap TKI yang meninggal berhak menerima asuransi kematian sebesar Rp 75 juta serta uang pemakaman Rp 5 juta. Namun hingga saat ini kedua keluarga korban baru menerima asuransi Rp 30 juta.
Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia, Iweng Karsiwen yang mendampingi keluarga korban bertemu Menteri, menduga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menhambat atau tidak mau mencairkan asuransi tersebut untuk kepentingan sendiri.
Hal lain yang mendaji kendala pengurusan pencairan asuransi adalah karena identitas salah satu korban, yakni Yufrinda Selan dipalsukan dengan nama Melinda Sapay. Selain dipalsukan namanya, korban juga dipalsukan alamat dan tahun kelahiran. Korban sebetulnya beralamat di Desa Tupan, Kecamatan Batu Putih, Timor Tengah Selatan. Namun pada KTP dan paspor, korban beralamat di Desa Camplong, Kecamatan Fafuleu, Kabupaten Kupang, NTT. Korban lahir pada tahun 1997, tetapi diubah menjadi 1994.
Menurut Iweng, modus pemalsuan identitas bukan hal baru yang dilakukan oleh oknum perusahaan Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di NTT dalam kejahatan human trafficking.