Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pelaku bisnis di sektor teknologi jasa keuangan menginginkan Bank Indonesia menerapkan peraturan yang fleksibel.
Hastono Bayu Trisnanto, Presiden Direktur PT Aino Indonesia, meminta bank sentral tidak menerapkan regulasi maupun persyaratan yang kaku bagi perkembangan teknologi jasa keuangan atau financial technology (fintech).
“Teman-teman fintech sedang kaji lebih detial untuk pasal-pasal dalam aturan baru yang dikeluarkan BI. Saya harap aturan ini bisa mendorong tumbuhnya fintech,” ucapnya kepada Bisnis, Senin (21/11/2016).
Belum lama ini bank sentral mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran atau PBI PTP.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) anyar ini diterbitkan untuk memperkuat pengembangan bisnis berbasis teknologi jasa keuangan di Indonesia.
BI mengklaim PBI tentang PTP sebagai salah satu bentuk komitmen untuk mendukung pelaksanaan pembayaran transaksi secara digital yang lebih aman.
Melalui regulasi ini bank sentral mengatur, memberikan izin, dan mengawasi pemrosesan transaksi pembayaran yang dilakukan penyelenggara jasa sistem pembayaran dan penyelenggara penunjang.
Sejalan denagn itu, BI mendirikan dapur khusus yang dinamai Fintech Office. Salah satu fungsinya adalah asesmen melalui kehadiran Regulatory Sandbox.
Ini semacam laboratorium yang digunakan bersama oleh pelaku fintech dan regulator untuk menguji model bisnis dan produk/layanan sebelum masuk ke rezim perizinan secara penuh.
Pengujian tersebut dilakukan dalam lingkungan terbatas untuk memastikan identifikasi dan mitigasi seluruh risiko yang mungkin timbul. Pembatasan tersebut diberikan dalam bentuk izin terbatas untuk layanan, jangka waktu, dan wilayah penyelenggaraan.
Regulator bisa memantau secara intensif kelangsungan fintech dalam parameter risiko yang terjaga melalui Regulatory Sandbox. Selain untuk antisipasi, ini juga memberikan ruang bagi regulator untuk mengambil langkah antisipatif dan korektif jika diperlukan.