Bisnis.com, JAKARTA - Teknologi finansial atau fintech berbasis syariah mulai mencari tempat di industri layanan keuangan online di Indonesia. Meski jumlahnya masih kalah jauh dibanding fintech konvensional, namun harus diakui potensi pertumbuhannya cukup besar mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), Ronald Yusuf Wijaya mengatakan potensi tersebut harus dibarengi dengan kebijakan regulasi. Fintech Syariah seperti menjadi 'anak bawang' karena fintech berbasis syariah belum diatur oleh regulasi.
Pihaknya pun mendorong agar Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) segera merampungkan fatwa mengenai mekanisme fintech syariah di Indonesia. "Kalau melihat sekarang, antara konvensional dan syariah, ini yang syariah seperti jadi 'anak bawang', karena peraturannya belum jelas," kata Ronald kepada Bisnis.com, Jumat (9/2/2018).
Ronald melanjutkan dalam penyusunan fatwa tersebut, pihaknya sempat diajak berdiskusi mengenai skema akad dan jenis-jenisnya yang bisa dipraktikkan. Ada beberapa jenis akad yang harus dibedah dan dikaji agar sistemnya menjadi murni syariah dan tak tercampur konvesional.
"Jadi kami sudah sampaikan surat, untuk dipercepat pembuatan fatwanya. Nah tentunya ada beberapa akad lain yang mau dibedah, karena rentan sekali, jangan sampai ini jadi produk konvensional yang disyariahkan," ujarnya.
AFSI saat ini beranggotakan 26 perusahaan fintech syariah. Sementara itu, baru ada dua perusahaan fintech syariah yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu PT Ammana Fintek Syariah dan PT Investree Radhika. Belakangan, PT Gadai Pinjam Indonesia, dengan brand pinjam.co.id tahun ini berencana merilis produk syariah. (C154)
Baca Juga