Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bankir mempertanyakan pemerintah berencana memasukkan laba ditahan (retained earnings) sebagai objek pajak penghasilan.
Presiden Direktur PT Bank Mayapada Internasional Tbk. Haryono Tjahrijadi mengatakan, sebelum keuntungan atau laba suatu perusahaan dinikmati seharusnya belum layak dikenakan pajak.
"Disamping itu laba ditahan kan tujuannya untuk memperkuat kemampuan korporasi mengembangkan usahanya," katanya kepada Bisnis, Selasa (10/7/2018).
Haryono juga mengaku belum mengetahui secara detail rencana pengenaan pajak tersebut. Dia berharap pemerintah melalui Kementerian Keuangan bisa melakukan sosialisasi terlebih dahulu.
"Sebaiknya Dirjen Pajak juga sosialisasikan lebih dahulu dengan asosiasi yang ada. Kalau di industri perbankan kan ada Perbanas," imbuhnya.
Terkait sosialisasi, beberapa bankir juga mengaku belum mengetahui rencana tersebut. Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk. Herry Sidharta mengatakan pihaknya akan mempelajari hal tersebut terlebih dahulu.
Pemajakan laba ditahan bertujuan untuk mengurangi uang pasif dan mendorong dana tersebut tetap diinvestasikan. Rencana tersebut akan tertuang dalam revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan atau PPh.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan mengungkapkan pajak laba ditahan tidak akan langsung dikenakan.
Pajak akan dikenakan terhadap laba yang terus mengendap selama bertahun-tahun, tidak dinvestasikan, tidak dibagikan, dan tidak digunakan untuk menambah kapasitas atau perluasan usaha.
Laba ditahan didefinisikan sebagai laba bersih yang ditahan dan tidak dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang saham. Penghitungan laba ditahan biasanya dilakukan dengan cara mengurangi laba bersih dengan dividen yang dibayar oleh perusahaan ke pemegang saham.
Sejauh ini, laba ditahan bukan merupakan obyek pajak (PPh Pasal 23). Laba ditahan baru bisa dipajaki apabila telah dibagikan kepada pemegang saham atau dalam bentuk dividen.