Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah momentum menjadi pendorong pertumbuhan bisnis peer to peer (P2P) lending. Setelah suku bunga acuan yang terus naik, Pemilu 2019 juga dinilai akan meningkatkan penetrasi fintech lending.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan pada dasarnya, instrumen makro ekonomi tidak memiliki pengaruh besar terhadap P2P lending.
Namun, hal itu justru menjadi berita positif bagi P2P lending karena tidak menyasar kelas menengah atas.
“Dari Pemilu 2019, diharapkan belanja ritel naik. Kalau naik, daya beli debitur akan meningkat sehingga akan banyak melakukan konsumsi. Apalagi fintech juga banyak bekerja sama dengan e-commerce,” ujar Bhima, Kamis (27/12/2018).
Berdasarkan data OJK, jumlah akun peminjam P2P lending mencapai 2,81 juta per Oktober 2018, naik 980,37% (year to date) jika dibandingkan dengan sepanjang 2017.
Pada kesempatan sebelumnya, CEO PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) Reynold Wijaya mengatakan pihaknya tidak mengkhawatirkan soal potensi terjadinya praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme menjelang tahun politik pada 2019.
Menurutnya, sistem transparansi melalui pembuatan akun escrow account dan virtual account yang diwajibkan kepada setiap penyelenggara akan melindungi penyelenggara.
“Semua transaksi ada di perbankan. Jadi sudah sangat ketat. Harusnya sudah sangat aman. Lihat saja Pemilu yang lalu juga aman-aman saja,” katanya.
Saat ini jumlah penyelenggara P2P lending telah mencapai 78 perusahaan. Adapun nilai penyaluran pinjaman telah menyentuh Rp15,99 triliun per Oktober 2018.