Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah maraknya pemberitaan mengenai rumah sakit yang mengeluhkan sulitnya proses akreditasi, rumah sakit di Kabupaten Lanny Jaya, Papua justru telah terakreditasi pada tahun lalu.
“Kami yang di daerah sulit saja dengan keterbatasan transportasi, ketersediaan bahan-bahan, tetap punya komitmen kuat untuk meningkatkan pelayanan lewat akreditasi. Di Jawa yang semua serba mudah dan murah, masa nggak bisa? Kami yang kondisinya begini saja berusaha semaksimal mungkin,” kata Direktur RSUD Tiom Nataniel Imanuel Hadi dalam keterangan tertulis pada Minggu (06/1).
Bahkan, menurut dia, surveyor Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dikawal siang malam oleh polisi bersenjata lengkap untuk alasan keamanan. Sampai kami kirim surat jaminan keamanan ke KARS dari Bupati.
Di Papua, perjuangan rumah sakit dalam memperoleh akreditasi harus dibayar mahal. Namun, kondisi tersebut tak menggentarkan langkah Nathaniel untuk membawa rumah sakit yang dipimpinnya meraih akreditasi. Baginya, akreditasi rumah sakit merupakan jalan untuk meningkatkan mutu layanan di pedalaman.
“Dulu saya sempat bertemu dengan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Pak Bambang Wibowo. Waktu itu saya sempat sampaikan, kami tidak yakin bisa maju akreditasi dan lulus. Beliau pun menguatkan, asal ada niat baik saja, pasti bisa. Saya dapat semangat dari situ,” kenangnya.
Sebagai permulaan, Nathaniel segera membangun komitmen dengan seluruh petugas rumah sakit dan pemerintah daerah setempat. Pada 17 Agustus 2018, kick off akreditasi RSUD Tiom pun dimulai, ditandai dengan penandatanganan komitmen bersama untuk menuju akreditasi. Tak lama berselang, Nathaniel sibuk mengirimkan timnya untuk mengikuti berbagai pelatihan terkait akreditasi.
“Dari Papua sampai Sumatra pun kami langkahi untuk menimba ilmu baru. Kami juga minta pendampingan dari RS Tadjuddin Chalid Makassar yang sudah lebih dulu terakreditasi paripurna. Tak lupa kami minta bimbingan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) agar tak salah menempuh jalan menuju akreditasi,” tuturnya.
Menurutnya, proses akreditasi memerlukan sinergi yang baik dengan berbagai pihak. Dia mengaku banyak berkonsultasi dengan beberapa rumah sakit yang sudah lebih dulu menyandang akreditasi.
“Jangan malu meminta bantuan kepada rumah sakit lain. Kami juga dapat dukungan dari RS lain, seperti RS Wamena. Kami bersyukur mereka juga terakreditasi dan sekarang dapat bintang empat, sedikit lagi paripurna. Saya juga kirim orang ke RS Boven Digoel untuk studi banding. Itu tidak dekat. Kami harus bolak balik ganti pesawat untuk mencapai sana. Segala sesuatu kalau ada niat tidak ada yang susah. Yang penting punya niat untuk maju, sisanya biar Tuhan yang mengatur,” kisah Nathaniel.
Dia pun bersyukur dokter dan perawat di RS setempat memiliki semangat yang tinggi untuk bekerja sama dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Begitu pun dengan Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya yang dinilai Nathaniel sangat concern dalam mengawal proses akreditasi.
“Bahkan Bupati dan Sekda Kabupaten Lanny Jaya selama hampir setiap hari mengunjungi RS kami untuk memantau langsung progress akreditasi. Kalau pemdanya mendukung penuh, tidak ada yang tidak mungkin, walaupun dengan keterbatasan,” ungkapnya.
Menurut Nathaniel, selain di Kabupaten Lanny Jaya, ada sejumlah kabupaten di daerah pegunungan Papua yang RS-nya juga sudah terakreditasi, Kabupaten Wamena, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Pegunungan Bintang, dan Kabupaten Jayawijaya.
“Secara umum, kesulitan terbesar dalam akreditasi rumah sakit di Papua adalah ketersediaan alat, tapi itu bukan jadi masalah bagi kami karena dari sisi peralatan, rumah sakit kami bisa dibilang sudah cukup lengkap. Yang jadi kendala adalah kami belum memiliki pagar rumah sakit. Kelihatannya sepele, tapi itu adalah salah satu syarat akreditasi dan butuh biaya yang besar,” tuturnya.