Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank BNI Syariah menyatakan kesiapannya untuk naik kelas pada tahun ini. Di antara strategi yang disiapkan adalah penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) dan menyambut masuknya strategic investor.
“Tapi call [keputusan terkait IPO] bukan di kami. Itu di pemegang saham pengendali,” kata Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia di Jakarta, Senin (25/3/2019).
“Tapi call [keputusan] bukan di kami. Itu di pemegang saham pengendali,” kata Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia di Jakarta, Senin (25/3/2019).
Dia melanjutkan bahwa saat ini secara internal, BNI Syariah mengaku telah siap menjadi perusahaan terbuka. Bank telah menyiapkan tim untuk melancarkan rencana tersebut.
Berdasarkan laporan publikasi Desember 2018, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. merupakan pemilik 99,94% saham. Sisanya, atau 0,06% dimiliki oleh PT BNI Life Insurance yang juga merupakan anak usaha BNI.
Firman mengatakan agar tetap menjadi pemegang saham pengendali perusahaan induk harus memiliki lebih dari 50% saham BNI syariah. Namun, kebutuhan dana dari penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) tidak banyak. “IPO itu juga dari keinginan kami untuk naik kelas,” katanya.
Per 31 Desember 2018, modal inti BNI Syariah sebesar Rp4,15 triliun. Dengan demikian perusahaan membutuhkan sekitar Rp800 miliar untuk menjadi bank umum kelompok usaha (BUKU) III.
Sementara itu selain IPO, BNI Syariah juga memiliki rencana untuk memiliki mitra strategis guna melanggengkan rencana naik kelas. Firman memperkirakan apabila ada mitra strategis yang akan masuk setidaknya akan memiliki 10% saham.
“Inginnya sih [mitra strategis] dari Timur Tengah yang sudah mengerti perbankan syariah, tapi tidak menutup kemungkinan dari tempat lain,” katanya.
Firman menjelaskan hal terpenting menjadi perusahaan publik adalah dapat meningkatkan valuasi di pasar. Selain itu bank juga akan lebih terkendali karena memiliki kewajiban untuk melaporkan kinerja kepada para investor.
Adapun sepanjang tahun lalu perusahaan membukukan laba bersih Rp416,08 miliar sepanjang atau naik 35,67% secara tahunan (year-on-year/yoy). Kenaikan laba tahun lalu ditopang oleh ekspansi pembiayaan, peningkatan fee based income, dan kenaikan rasio dana murah.
Pembiayaan BNI Syariah tahun lalu tumbuh 19,93% yoy menjadi Rp28,3 triliun. Kinerja pembiayaan tersebut ditopang oleh segmen konsumer sebesar Rp13,92 triliun atau berkontribusi 49,17%.
Segmen komersial menyumbang 24,74% atau Rp7 triliun. Segmen bisnis kecil dan menengah sebesar Rp5,97 triliun dan pembiayaan segmen mikro Rp1,08 triliun. Terakhir, dari kartu pembiayaan yang tercatat sebesar Rp332,69 miliar.
Tahun ini BNI Syariah membidik pertumbuhan aset 15%-19% secara tahunan. Dari segi fungsi intermediasi, perusahaan mematok pertumbuhan pembiayaan dan DPK masing-masing sekitar 16% yoy dengan target rasio pembiayaan bermasalah atau NPF di bawah 2,75%.