Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia menyatakan arah kebijakan bank sentral akan lebih akomodatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa perekonomian nasional menghadapi tantangan untuk bertumbuh, terutama dari efek perang dagang Amerika Serikat dan China. Namun, dia menyebutkan masih ada peluang untuk ekonomi Indonesia bertumbuh lebih baik.
"Dari sisi BI, bobot kebijakan mengarah pada stimulating ekonomi melalui penurunan giro wajib minimum [GWM]," katanya dalam diskusi dengan media massa, di Jakarta Senin Malam (24/6/2019).
Perry mengemukakan, arah kebijakan yang akomodatif dengan membuka peluang penurunan suku bunga acuan sebenarnya telah disuarakan sejak bulan lalu.
Dia menyebutkan, BI terus mencermati kondisi pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian Indonesia dalam mempertimbangkan penurunan suku bunga kebijakan sejalan dengan rendahnya inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"Kalau ditanya kami akan turunkan suku bunga? iya, tapi kapan dan berapa besarannya, nantilah," ucapnya.
Baca Juga
Gubernur Perry mengatakan strategi kebijakan operasi moneter, salah satunya melalui penurunan GWM merupakan upaya untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar uang.
Selain menahan suku bunga BI 7-DRR tetap 6%, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam pembiayaan ekonomi.
Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan GWM Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 6,0% dan 4,5%, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0%, berlaku efektif pada 1 Juli 2019.
Perry menambahkan Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 akan berada pada kisaran 5,0%-5,4% dengan inflasi pada 3,5% plus minus 1%. Adapun deficit current account diproyeksikan pada kisaran 2,5%-3,0% terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Ekonomi kita bisa tumbuh 5,2% dan tahun depan 5,3%, itu konteksnya masih ada peluang ya," kata Perry.