Bisnis.com, BANYUWANGI - Dalam hal mengejar inklusi keuangan syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memasang harapan tinggi terhadap pertumbuhan Bank Wakaf Mikro hingga akhir tahun 2019.
Seperti diketahui, Bank Wakaf Mikro (BWM) merupakan lembaga keuangan syariah yang fokus pada pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, instrumennya melalui pengelolaan simpanan, pembiayaan skala mikro, dan jasa konsultasi pengembangan usaha.
OJK menyatakan, tingkat inklusi keuangan syariah Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk tumbuh. Pasalnya, jika dibandingkan dengan tingkat inklusi keuangan secara nasional, bisa dikatakan keuangan syariah cukup tertinggal.
Tercatat, tingkat inklusi keuangan syariah mencapai 11,06% pada 2016. Pada periode yang sama, tingkat inklusi keuangan secara nasional sebesar 67,82%.
Sama halnya pada tingkat literasi keuangan syariah yang tercatat mencapai 8,11% pada 2016, sedangkan secara nasional tercatat mencapai 29,66% pada periode yang sama.
Sedangkan dari sisi market share, lembaga keuangan syariah hanya mencapai market share sebesar 9,08% per Februari 2019.
Aset lembaga keuangan syariah pada periode yang sama tercatat sebesar Rp1.3775,51 triliun, yang tergabung dari aset industri perbankan, industri keuangan non bank dan pasar modal.
Direktur Lembaga Keuangan Mikro OJK Suparlan mengatakan, Otoritas menargetkan bisa mendirikan 100 BWM hingga akhir tahun 2019 dengan memanfaatkan jaringan pesantren.
Berdasarkan data Kementerian Agama RI, jumlah pesantren yang tersebar di Indonesia berjumlah sekitar 28.000 pesantren.
"Pesantren memiliki potensi yang besar, bukan hanya dari sisi agama, banyak pesantren yang santrinya masih perlu di-back-up dengan akses keuangan," katanya, Sabtu (27/7/2019).
Suparlan mengutarakan, sebanyak 43 BWM sudah didirikan dengan total 15.236 nasabah dan total pembiayaan yang telah disalurkan sebesar Rp18,54 miliar per Maret 2019.
Jika mundur ke belakang, berdasarkan data per Desember 2019, BWM yang telah didirikan sebanyak 41 BWM. Sementara penyaluran pembiayaan tercatat sebesar Rp12,38 miliar dengan total nasabah 9.191 nasabah. Artinya, pertumbuhan BWM berjalan lebih lambat dibandingkan dengan jumlah nasabah dan total pembiayaan yang disalurkan.
Suparlan menyatakan, memang masih ada beberapa kendala untuk bisa mendirikan BWM. Misalnya saja, dari sisi manajemen organisasi.
"Karena sistemnya adalah kelompok, jadi mencari pengurus BWM tidak mudah, mereka sendiri yang bertugas menyeleksi kelompok, jangan sampai kalau sudah berjalan malah nantinya terhambat. Selain itu, nasabahnya juga non-bankable, jadi BWM masih perlu pendampingan seluruh aspek," turunya.
Lebih lanjut, dari sisi pendanaan. Modal untuk mendirikan BWM berasal dari dana donatur yang disalurkan ke rekening Lembaga Amil akat melalui perbankan, dimana saat ini masih melalui Bank Syariah Mandiri.
Untuk mendirikan satu BWM,diperlukan modal sebesar Rp4,2 miliar, dengan rincian Rp1,2 miliar digunakan untuk perputaran dana (pembiayaan dan simpanan) dan Rp3 miliar diperuntukkan operasional BWM. Agar bisa mencapai target 100 BWM, maka diperlukan sekitar Rp420 miliar.
"Ditargetkan 100, tentunya sangat tergantung dana sosial yang terkumpul tadi. Realisasinya berapa tergantung dari dana yag tersedia," jelas Suparlan