Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan kredit dalam denominasi valuta asing (valas) yang kembali menunjukkan tren perlambatan dinilai sulit bertumbuh di tengah kondisi perlambatan ekonomi global.
Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Piter Abdullah mengatakan selama kondisi ekonomi global masih mengalami perlambatan, maka kredit valas masih akan terbatas.
Piter menilai, dari sisi demand, perlambatan ekonomi global yang menyebabkan turunnya permintaan dan harga komoditas berdampak negatif terhadap demand kredit valas.
Menurutnya, tidak hanya disektor komoditas pertambangan dan perkebunan, sektor lainnya juga ikut mengalami perlambatan akibat perlambatan ekonomi global.
“Banyak perusahaan yang bergerak di bidang komoditas yang menurunkan aktivitas perusahaannya sekaligus mengurangi kebutuhan kredit valas,” katanya kepada Bisnis, Senin (23/9/2019).
Di samping itu, dari sisi suplai, bank dalam rangka memitigasi risiko kegagalan kredit valas memilih mengurangi supply kredit valas, sehingga dengan demikian pertumbuhan kredit valas melambat secara signifikan.
Sementara, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, perlambatan permintaan kredit valas turut dipengaruhi oleh peningkatan suku bunga kredit valas di tengah tren penurunan suku bunga kredit Rupiah.
Josua memaparkan, hingga Juni 2019, suku bunga kredit valas untuk kredit konsumsi naik sebesar 300 basis poin (bps) secara year-to-date (ytd), sementara kredit modal kerja valas naik sebesar 18 bps ytd, dan kredit investasi valas naik sebesar 5 bps ytd.
“Kenaikan suku bunga kredit valas tersebut mengikuti kenaikan suku bunga deposito valas yang dipengaruhi oleh perlambatan DPK valas khususnya deposito valas,” tuturnya.
Josua menambahkan, dengan mempertimbangkan tren perekonomian global yang cenderung melambat dan masih membebani pergerakan harga komoditas global akan membatasi kinerja sektor pertambangan yang pada akhirnya membatasi laju pertumbuhan kredit valas.