Bisnis.com, JAKARTA — Seluruh anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) digugat melakukan perbuatan melawan hukum ke pengadilan oleh seorang pegawainya lantaran dugaan penjatuhan sanksi kepegawaian yang dinilai sewenang-wenang dan diskriminatif.
Proses persidangan perkara Nomor 467/Pdt.G/2019/Pn.Jkt.Pst itu dimulai Kamis (26/9/2019) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan gugatan.
Penggugat dalam perkara adalah Prasetyo Adi. Sementara, tergugat adalah Dewan Komisioner OJK yaitu Wimboh Santoso (Ketua Dewan Komisioner), Nurhaida (Wakil Ketua Dewan Komisioner), Heru Kristiyana, Tirta Segara, Hoesen, H. Mardiasmo, Ahmad Hidayat, dan Arifin Susanto (Direktur Pengelolaan SDM OJK selaku Sekretariat).
Adapun, Prasetyo sebelumnya tercatat bekerja di Bank Indonesia (BI) selama 21 tahun 9 bulan (7 Maret 1995-31 Desember 2016) dengan jabatan terakhir Kepala Subbagian Pengawasan Bank, sebelum kemudian bekerja di OJK sejak 1 Januari 2017.
Pada 30 Juli 2018, dikeluarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor: KEP-16/D.02/2018 tentang Penetapan Sanksi Bagi Pegawai OJK.
Sanksi berupa penurunan satu tingkat level jabatan dengan masa pengenaan sanksi selama empat tahun mulai Agustus 2018 sampai dengan 31 Juli 2022.
Baca Juga
Konsekuensi dari sanksi tersebut antara lain penurunan jabatan, penurunan gaji dan tunjangan, tidak diberikan fasilitas pinjaman/tambahan pinjaman, tidak diikutkan dalam seleksi promosi, dan tidak diikutkan dalam program pengembangan SDM berupa pendidikan jangka panjang (S2/S3) dan/atau peningkatan mutu keterampilan luar negeri. Surat itu diteken oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida. SK itu hanya menyebut terdapat pelanggaran tata tertib dan disiplin.
“Tindakan OJK mengarah pada tindakan sewenang-wenang dan diskriminatif. Tiap-tiap warga negara seharusnya bebas dari segala tindakan diskriminatif yang berhubungan dengan pekerjaan. Gugatan ini diajukan agar kejadian serupa tidak terulang lagi dan kebenaran yang hakiki dapat terwujud,” kata Prasetyo melalui siaran pers, Sabtu (28/9/2019).
Menurutnya, OJK telah mengabaikan dan tidak memberikan ruang atau proses konseling terlebih dahulu kepada pegawai sebagai tahapan proses yang harus dilewati sebagaimana diatur dalam aturan internal OJK sehingga ada kesempatan bagi pegawai untuk melakukan pembelaan dan menyatakan pendapatnya.
Hal itu dinilai melanggar Peraturan Dewan Komisioner Nomor 48/PDK.02/2013, dan Surat Edaran Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan 18/SEDK.02/2015 tahun 2015 tanggal 27 November 2015 tentang Pelaksanaan Tata Tertib dan Disiplin Pegawai OJK.
Adapun, Prasetyo memasuki masa pensiun pada 27 Oktober 2021, sementara pengenaan sanksi hingga 31 Juli 2022.
Dia pun mendalilkan kerugian material berupa gaji, tunjangan, dan sebagainya sebesar Rp299 juta, sedangkan kerugian immaterial sebesar Rp115 miliar akibat hilangnya kepercayaan dari kolega, tercemarnya nama baik, dan sejenisnya.