Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk. akan mempertimbangkan untuk melakukan pemecahan nilai saham atau stock split. Namun, perseroan menegaskan aksi korporasi ini tidak akan dilakukan pada tahun ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Perusahaan BCA Raymon Yonarto dalam Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia, Senin (14/10/2019).
"Kami sampaikan bahwa tahun ini perseroan belum memiliki rencana untuk melakukan stock split. Sebagaimana tercantum dalam pemberitaan, tahun depan manajemen mulai akan mempertimbangkan hal tersebut," tulis Raymon.
Sebelumnya, kepada Bisnis, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja juga menyampaikan stock split tidak akan dilakukan tahun ini dan aksi perseroan tersebut masih belum dapat diputuskan dalam waktu dekat.
"Pertimbangan perlu atau tidaknya stock split baru tahun depan, jadi belum tentu keputusan stock split akan dilakukan," katanya.
Oleh karena masih diwacanakan, imbuh Jahja, aksi korporasi ini pun mungkin belum akan dimasukkan ke Rencana Bisnis Bank (RBB) perseroan tahun depan.
Adapun, nilai saham bank berkode emiten BCA tersebut berada di level 30.650 saat pembukaan perdagangan bursa dan menurun tipis menjadi 30.625 saat penutupan pada Senin (14/10). Meskipun begitu, nilai saham BBCA sempat naik hingga di level 31.000 di hari yang sama.
Jika ditelisik ke belakang, nilai saham tersebut hingga saat ini meningkat 19,23% sejak Desember 2018 (year-to-date/ytd). Sementara, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018, nilai saham BBCA meningkat 29,44%.
Sebagai gambaran, hingga paruh pertama tahun 2019, BBCA masih menempati posisi bank swasta dengan aset terbesar di Tanah Air. Perseroan mencatat pertumbuhan aset sebesar 9,9% secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp791,73 triliun pada Juni 2018 menjadi Rp870,45 triliun pada Juni 2019.
BBCA pun masih mencatatkan kinerja yang positif menutup kuartal II/2019. Portofolio kredit perseroan tercatat meningkat 11,5% yoy menjadi Rp565,2 triliun pada kuartal II/2019.
Kredit segmen korporasi menjadi penopang pertumbuhan, tercatat meningkat 14,6% yoy menjadi Rp219,1 triliun. Sementara, kredit konsumer tercatat meningkat hanya 6,4% yoy menjadi Rp152,0 triliun.
Selain itu, perseroan mencatat pertumbuhan laba bersih tumbuh 12,6% yoy, meningkat dari Rp11,4 triliun pada 2018 menjadi sebesar Rp12,9 triliun pada Juni 2019.