Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Nasional Lebih Kuat dari Bank Asing

Kinerja perekonomian global yang melambat di tengah tensi perang dagang dan konflik geopolitik yang meningkat, serta efek disrupsi yang dihadirkan teknologi digital, menjadi tantangan yang cukup berat bagi bisnis perbankan di seluruh dunia.
Nasabah melakukan transaksi perbankan di Galeri  ATM, di Bandung, Jawa Barat, Senin (9/4/2018)./JIBI-Rachman
Nasabah melakukan transaksi perbankan di Galeri ATM, di Bandung, Jawa Barat, Senin (9/4/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja perekonomian global yang melambat di tengah tensi perang dagang dan konflik geopolitik yang meningkat, serta efek disrupsi yang dihadirkan teknologi digital, menjadi tantangan yang cukup berat bagi bisnis perbankan di seluruh dunia.

Hanya saja, hal tersebut tampaknya belum menjadi permasalahan yang cukup berarti bagi bank-bank di Indonesia. Iklim dan strategi bisnis yang lebih kolaboratif serta didukung dengan modal yang kuat disinyalir menjadi penopang daya tahan bank-bank Tanah Air.

Berdasarkan survei konsultan multinasional McKinsey & Co., lebih dari setengah bank di dunia terlalu lemah untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang cenderung melambat.

“Mayoritas bank secara global, bahkan mungkin tidak layak secara ekonomi karena pendapatan atas ekuitas [return on equty/RoE] yang tidak sejalan dengan peningkatan biaya,” jelas McKinsey seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (22/10).

Di samping itu, menurut lembaga tersebut, bank-bank juga harus cepat mengambil langkah percepatan dalam adopsi teknologinya. Pasalnya, pertumbuhan perusahaan teknologi  finansial [tekfin] yang masif telah mengikis banyak ceruk bisnis segmen konsumer yang selama ini hanya dikuasai bank.

“Bank hanya mengalokasikan 35% dari anggaran teknologi informasi mereka untuk inovasi, sementara tekfin menghabiskan lebih dari 70%,” jelasnya.

Namun, perbankan Indonesia agaknya berada di luar sorotan McKinsey & Co. tersebut. Sementara itu, dalam riset yang berbeda, Moody’s Investor Service justru menyebut prospek bank-bank Indonesia stabil.

Meski pertumbuhan Indonesia tak lepas dari efek negatif ekonomi global, kualitas aset bank-bank Indonesia diprediksi masih akan tetap stabil.

Kinerja korporasi masih cukup kuat dalam menjaga fasilitas kredit dan akan semakin baik dengan dukungan pemangkasan suku bunga acuan oleh regulator.

Wakil Presiden Moody’s sekaligus analis senior Simon Chen menyebutkan capital buffer industri perbankan Tanah Air terjaga seiring dengan pendapatan bunga yang masih baik. Selanjutnya, Chen berpendapat, hal ini masih akan mampu mendorong pelaku industri perbankan untuk terus melanjutkan penyaluran kreditnya.

Di samping itu, Chen memandang modal pelaku industri perbankan yang berada di atas 20% saat ini juga cukup kuat menyerap potensi penurunan kualitas kredit yang mungkin muncul akibat pelemahan ekonomi tersebut.

Selanjutnya, pertumbuhan kredit yang moderat serta suku bunga acuan yang sudah mulai turun diperkirakan dapat menjaga ketersediaan likuiditas industri perbankan.

“Hal ini cukup baik sembari menunggu pemulihan dalam margin perbankan ke depan,” katanya.

Terkait dengan disrupsi digital dan kehadiran perusahaan tekfin, pelaku industri perbankan di Indonesia secara jelas menyampaikan bahwa tekfin adalah partner dalam meningkatkan inklusi keuangan masyarakat.

Anggaran belanja modal yang dialokasikan oleh perbankan Tanah Air mungkin tak berbeda jauh dengan bank-bank multinasional lainnya, tetapi sistem application programming interface (API) membuka jalan  bagi kolaborasi yang lebih menguntungkan bagi kedua pihak.

Di luar itu, industri tekfin juga tak luput dari perhatian para konglomerasi. Pertumbuhannya justru diarahkan seragam dengan industri keuangan lain.

BANK KECIL

Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah juga menyampaikan bahwa secara umum kondisi perbankan di Indonesia dalam kondisi yang aman. Bank-bank besar memiliki kecukupan modal, pasar pembiayaan yang sehat, serta dana yang berbiaya kompetitif.

“Namun, hal tersebut tidak berlaku pada bank-bank kecil yang terus berjuang, baik dari sisi modal, likuiditas, bahkan kualitas kreditnya,” katanya.

Dia menyampaikan, kondisi ekonomi yang melambat juga membuat bank-bank kecil semakin tak dapat melakukan apa-apa kecuali menunggu suntikan modal baru.

“Kalau dia sudah dapat modal baru dan saluran likuiditas yang murah barulah dia bisa beroperasi baik dan bersaing,” ucapnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Lando Simatupang. Menurutnya, laba industri perbankan Tanah Air dalam kondisi yang masih sehat, meski ekonomi belum tumbuh sebagai mana mestinya.

Hanya saja, Lando memandang kondisi perbankan yang sehat tersebut merupakan dampak negatif dari strategi selektif bank yang mulai tidak terlalu banyak mengambil risiko.

“Penyaluran kredit memang tetap harus selektif, tetapi bank juga seharusnya menjadi agen perubahan dengan memperluas basis debitur pelaku UMKM [usaha mikro, kecil, dan menengah]. Lagipula, modal bank kita tergolong sangat tebal di 23%, dan mampu menyerap berbagai macam risiko,” katanya.

Lando menyampaikan persaingan industri keuangan, baik antara perbankan dan lembaga keuangan nonperbankan lainnya, juga tergolong sehat.

Namun, dia juga menyoroti kemampuan ekspansi tekfin dalam segmen UMKM lebih tinggi dibandingkan dengan bank-bank kecil.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan pertumbuhan kredit bersih bank umum kelompok usaha (BUKU) II hingga Juli 2019 hanya Rp20,49 triliun, atau 3,90% (year-to-date/ytd). Bahkan, BUKU I menunjukkan tren pertumbuhan kredit bersih negatif, yakni turun 6,31% ytd menjadi Rp43,97 triliun.

Tren ini justru berbanding terbalik dengan pelaku tekfin. Total penyaluran pembiayaan peer-to-peer (P2P) lending ke sektor UMKM oleh tekfin hingga Agustus 2019 mencapai Rp54,71 triliun, tumbuh 141,4% dibandingkan dengan capaiannya pada akhir 2018.

Jika ditelisik lebih dalam lagi, tentunya banyak kekurangan perbankan Tanah Air dibandingkan dengan bank-bank global, baik dari kemampuan penghimpunan dana, maupun penyaluran kredit dengan harga jauh lebih kompetitif.

Namun, setidaknya, hal-hal yang disebutkan Moody’s merupakan indikator-indikator kunci yang mendeskripsikan bank-bank Tanah Air tidak termasuk dalam daftar yang akan dilikuidasi dalam waktu dekat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper