Bisnis.com, JAKARTA - Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) PT Bank Central Asia Tbk. tercatat meningkat ke level 1,6% menjadi Rp9,44 triliun menutup kuartal III/2019.
Sejak periode yang sama tahun lalu hingga semester I/2019, perseroan mampu menjaga rasio NPL stabil di level 1,4%.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan peningkatan tersebut dipengaruhi oleh salah satu industri baja yang mengalami kredit macet, serta dipengaruhi oleh bencana Palu yang terjadi pada September 2018 lalu.
"NPL meningkat salah satunya karena [kredit macet] industri baja, kebetulan kami kenanya kecil sekali. Bencana Palu juga di luar ekspektasi kami, banyak terjadi kredit macet yang masuk ke NPL. Selain itu juga ada yang meningkat tapi masih normal," katanya, Senin (28/10/2019).
Berdasarkan laporan presentasi perseroan, segmen komersial & usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi penyumbang terbesar kredit bermasalah, yang tercatat dengan porsi 38,9% dari total NPL perseroan. Namun, nilai tersebut menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan NPL tertinggi dicatat oleh segmen korporasi, yang pada September 2018 porsi NPL sektor ini tercatat sebesar 25,8%, meningkat menjadi 36,6% pada September 2019.
Pada kesempatan yang sama, Direktur BCA Vera Eve Lim menyampaikan, perseroan akan berupaya menjaga rasio NPL di level 1,6% hingga akhir tahun 2019. "Kami perkirakan akan stay di level 1,6%," kata Vera.
Perseroan menyatakan akan tetap mengembangkan bisnis secara hati-hati dengan mencermati kondisi lingkungan bisnis namun mengoptimalkan peluang- peluang yang ada.
Seperti diketahui, perseroan mencatat total kredit yang disalurkan perseroan tercatat meningkat 10,9% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp585 triliun menutup kuartal ketiga tahun 2019.
Pertumbuhan kredit terutama didukung oleh segmen bisnis, di mana kredit korporasi meningkat 16,5% yoy menjadi Rp232,0 triliun. Di samping itu, kredit komersial dan UKM BCA tercatat tumbuh 10,5% yoy menjadi Rp192,2 triliun.