Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan menyatakan bahwa masih terdapat subsidi meskipun akan terdapat kenaikan iuran. Subsidi tersebut ditargetkan akan berhenti disalurkan pada 5 tahun mendatang.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menjelaskan bahwa besaran iuran yang akan berlaku pada awal tahun depan telah sesuai dengan perhitungan aktuaria. Namun, besaran tersebut ternyata belum sesuai dengan rata-rata biaya pemanfaatan layanan kesehatan.
Fachmi menjabarkan bahwa biaya pemanfaatan yang sesuai perhitungan baseline tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan besaran iuran yang telah disesuaikan. Misalnya, iuran segmen mandiri kelas 3 yang akan naik menjadi Rp42.000 ternyata memiliki besaran baseline Rp131.195 atau terdapat selisih Rp89.195.
Lalu, iuran kelas 2 yang meningkat menjadi Rp110.000 memiliki baseline Rp190.639 atau terdapat selisih Rp80.639. Kemudian, iuran kelas 1 yang meningkat menjadi Rp160.000 memiliki baseline Rp274.204 atau terdapat selisih Rp114.204.
Menurut Fachmi, selisih tersebut disubsidi oleh pemerintah melalui iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang nilainya berada di atas baseline. Besaran iuran yang dibayarkan oleh pemerintah tersebut akan meningkat menjadi Rp42.000, padahal nilai basline-nya sebesar Rp32.451.
"Pemerintah memutuskan iuran di atas perhitungan riil [baseline], pertimbangannya banyak. Presiden tidak menaikkan iuran Pekerja Bukan Penerima Upah [PBPU] sebagaimana seharusnya," ujar Fachmi pada Jumat (01/11/2019).
Dia menjelaskan bahwa salah satu alasan pemerintah untuk tetap memberikan subsidi—di luar bantuan iuran bagi peserta PBI dan bantuan dana langsung—adalah agar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan dapat terus berjalan.
Meskipun begitu, menurut Fachmi, subsidi tersebut tidak akan terus diberikan. Penyesuaian iuran yang berlaku mulai tahun depan bertujuan agar kondisi keuangan BPJS Kesehatan terus membaik, sehingga subsidi tersebut dapat terus dikurangi secara bertahap.
"[Mekanisme subsidi] itu dikonstruksikan sampai 5 tahun ke depan," ujar Fahcmi.
Dia menjelaskan bahwa mekanisme subsidi tersebut merupakan bentuk dari sifat kegotongroyongan asuransi sosial. Program JKN menurutnya harus mampu membangun sistem asuransi yang menyatukan peserta yang mampu dan tidak mampu, peserta sehat dan sakit, serta peserta yang berisiko rendah maupun berisiko tinggi.
Kenaikan iuran berlaku setelah pada Kamis (25/10/2019) Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran berlaku secara bertahap, mulai dari Agustus 2019 untuk PBI dan awal tahun depan untuk segmen lainnya