Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Penjamin Simpanan memastikan perbankan di Tanah Air masih memiliki bantalan yang kuat dalam menghadapi kondisi perekonomian yang penuh ketidakstabilan. Secara kualitas kinerja yang tercermin dari rasio kredit bermasalah pun dipastikan belum akan menyentuh level 3%.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan mengatakan saat ini loan at risk (LaR) yang terdiri dari kolektibilitas dua ditambah kolektibilitas satu yang direstrukturisasi masih stabil di angka 10%. Sementara kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan saat ini dikisaran 23%.
Alhasil, kondisi di atas masih terbilang aman jika hal terburuk terjadi yakni keseluruhan LaR menjadi kredit bermasalah (non performing loan/NPL).
"Saya tidak katakan itu terjadi ya, tetapi NPL Indonesia itu pernah di atas 3% ketika resesi global 2009 dan CAR perbankan Indonesia tidak setinggi saat ini," katanya, Senin (4/11/2019).
Per September 2019, LPS mencatat NPL perbankan dipelopori oleh industri properti atau realestate yang bertengger di level 6%. Selanjutnya, sektor perdagangan 3,8%, sektor pengolahan 3,6%, sektor konstruksi 3,5%, dan pertambangan atau komoditas 3,1% yang pada awal 2018 sempat di atas 6%.
Fauzi memastikan dengan dukungan bantalan perbankan Indonesia yakni pertumbuhan ekonomi stabil 5%, suku bunga rendah, dan kurs stabil maka kualitas kinerja perbankan ke depan tidak akan bergeser terlalu banyak. Khususnya NPL pun meski kini perlahan menunjukkan pertumbuhan, Fauzi masih menilai kemungkinan meningkat hingga 3% sangat terbatas.
Komisaris Independen PT Bank Central Asia Tbk. Raden Pardede mengatakan, untuk saat ini, NPL perbankan masih bisa ditekan di bawah level 3%. Namun menurutnya, risiko-risiko yang akan menyebabkan peningkatan NPL mulai terlihat.
"Untuk ukuran global, NPL [industri perbankan] di bawah 3% relatif rendah, cuma ada risiko-risiko di mana LaR dan special mentions yang mulai direstrukturisasi, dan sektor-sektor yang mulai batuk-batu juga sudah ada," katanya.
Raden menilai, jika kondisi pertumbuhan ekonomi semakin melambat dan merosot, maka akan sangat berbahaya terhadap NPL secara industri. Oleh karenanya, imbuh Raden, harus ada stimulus dari regulator agar kondisi ekonomi Indonesia jangan sampai melemah.
Sementara itu, di sisi bank, harus mulai melakukan antisipasi awal dengan melakukan restrukturisasi sektor-sektor yang dinilai berpotensi menjadi kredit macet.
"Harus diantisipasi, diperbaiki lebih awal, dimitigasi risikonya, jangan nanti karena lebih baik sedia payung sebelum hujan," tutur Raden.
Lebih lanjut, dia memproyeksikan masih akan terjadi kenaikan rasio NPL hingga akhir tahun, khususnya pada kredit yang tergolong special mention.
"Akan tetapi, NPl masih bisa dikurangi kalau bank menyiapkan provisi, jadi dia akan makan CAR, margin turun. Itu harus dilakukan di dalam situasi yang melambat saat ini," paparnya.