Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. akan melakukan penambahan modal dengan menggelar aksi Penawaran Umum Terbatas (PUT) VI dan VII pada kuartal pertama tahun ini.
Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (20/1), BPD Banten akan menggelar aksi rights issue dengan menawarkan sebanyak-banyaknya 400 miliar saham dengan harga nominal Rp3 per saham.
"Tujuannya adalah mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi perseroan," tulis manajemen Bank Banten dalam prospektus yang dipublikasikan Senin (20/1/2020).
Untuk memuluskan rencana aksi korporasi tersebut, emiten berkode saham BEKS itu akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 26 Februari 2020 untuk meminta restu pemegang saham.
Saat ini, harga pasar saham BEKS per 20 Januari 2020 berada di level Rp50 per saham. Apabila mengacu pada harga tersebut, BEKS berpotensi mendapat dana segar sekitar Rp2 triliun dari aksi rights issue ini.
Bank Banten tercatat memiliki modal inti sebesar Rp212,40 miliar per September 2019. Adapun, jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh mencapai 64,1 miliar saham dengan nilai nominal Rp2,03 triliun.
Setelah rights issue, jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh BEKS diproyeksi mencapai 464,1 miliar saham dengan nilai nominal Rp3,23 triiliun.
Corporate Secretary BPD Banten Chandra Dwipayana dalam keterbukaan informasi tersebut menyampaikan selain untuk mempertebal modal, aksi korporasi ini dilakukan perseroan guna mendorong ekspansi penyaluran kreditnya.
"Perseroan melaksanakan PUT dengan alasan pemenuhan kebutuhan modal dalam upaya meningkatkan keunggulan kompetitif," ujarnya.
Posisi modal ini akan semakin mempermudah perseroan untuk comply dengan batas minimum modal inti bank umum kelompok usaha (BUKU) I yang bakal dinaikkan hingga Rp3 triliun pada 2022.
Sebelumnya, Direktur BPD Banten Kemal Idris sempat mengatakan bahwa bank tengah fokus pada pembenahan kinerja. Dia berharap otoritas dapat memisahkan bank pembangunan daerah dari aturan batas bawah permodalan bank umum konvensional.
“Harapan kami ada evaluasi tidak semata-mata pada besaran modal kurang dari Rp1 triliun. Beberapa layanan yang berhubungan dengan pemda harusnya tidak melihat besaran modal,” katanya.