Bisnis.com, JAKARTA - Risiko kredit atau loan at risk (LAR) industri perbankan beberapa bulan terakhir terbilang stagnan pada kisaran 10 persen.
Namun hingga akhir tahun ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan beberapa sektor akan mengalami kenaikan.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan bahwa ekonomi domestik belum terlalu kuat akan memicu sejumlah bank melakukan restrukturisasi.
“Seperti manufacturing, tapi manufacturing ini kan luas ya. Tidak semua mengalami kenaikan,” katanya di Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Selanjutnya Ilham juga menjelaskan bahwa dari sisi ekspor, risiko kredit mengalami perbaikan. Namun tidak semua eksportir mengalami hal demikian.
“Jadi ini [risiko] masih mix, kami belum tahu persis arahnya ke mana,” tambahnya.
Loan at risk (LAR) merupakan indikator risiko gagal bayar atas kredit yang telah disalurkan. Termasuk di dalamnya adalah kredit kolektibilitas satu yang telah direstrukturisasi dan juga kolekbitilitas 2 atau dalam perhatian khusus, hingga kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Berdasarkan catatan LPS, LAR perbankan sebelum 2015 berada pada kisaran 7 persen. Kenaikan mulai terjadi sejak kuartal I/2015 di mana risiko kredit terhadap total portofolio penyaluran dana oleh bank naik menjadi 8,6 persen. Hingga akhirnya pada tahun lalu stabil pada kisaran 10 persen.
Pun demikian rasio NPL merangkak naik pada tahun lalu. Per kuartal III/2019, rasio NPL menyentuh titik tertinggi sepanjang tahun lalu yakni 2,66 persen.
Namun pada penghujung 2019 turun menjadi 2,5 persen. Kendati membaik, capaian kredit bermasalah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan terpaut jauh dengan kondisi periode 2013 dan 2014.
Kenaikan NPL pada tahun lalu terutama disebabkan oleh sektor unggulan penyerap kredit perbankan. Berdasarkan data Bank Indonesia, rasio kredit bermasalah industri pengolahan per Oktober 2019 sebesar 4,12 persen, naik 150 basis poin (bps) dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Pengamat Perbankan dari Universitas Bina Nusantara Doddy Ariefianto mengatakan bahwa perbankan memasuki era baru risiko kredit.
Rasio LAR akan sulit kembali ditekan seperti kondisi sebelum 2015, atau pada kisaran 7 persen.