Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan kondisi bank perkreditan rakyat merupakan kelompok bank yang agak mengkhawatirkan karena rentan menjadi bank gagal di tengah tekanan pandemi COVID-19.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menyatakan pihaknya memiliki opsi untuk bisa menolong BPR tapi dalam perhitungan di tengah kondisi saat ini, hal itu sulit dilakukan. Itu sebabnya, LPS lebih memilih untuk melikuidasi daripada menyelamatkan BPR.
“Ini memang agak sulit, karena memang kondisinya BPR yang diserahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke LPS itu biasanya kondisi keuangannya sudah sangat parah. Kadang-kadang kerugiannya sudah sangat berat, bahkan rasio CAR (kecukupan modal) mereka sudah minus 250 persen – 300 persen. Artinya kerugiannya sudah sebesar itu,” kata Halim dalam rapat kerja virtual dengan Komisi XI DPR, Kamis (9/4/20200.
Baca Juga
Dengan kondisi keuangan yang sudah sangat buruk, kata Halim, pihaknya akan sulit untuk menyelamatkan BPR yang bermasalah.
Selain itu, tingkat revovery rate dari BPR bermasalah yang ditangani LPS juga tergolong sangat rendah yakni di kisaran 30 persen.
“Karena aset-aset yang diberikan itu sudah kurang baik, bahkan ada yang sudah dijual atau sedang dalam sengketa sehingga kami tidak bisa menjual dengan nilai kontrak yang tercantum di perjanjian kredit awal. Dari Rp1,5 triliun yang kami bayarkan ke BPR dan bank umum, recovery rate 30 persen, sisanyaa 70 persen itu jadi biaya yang ditanggung oleh LPS.”