Bisnis.com, JAKARTA - Sektor perbankan diproyeksi akan mengalami kenaikan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) pada tahun ini sejalan dengan risiko kredit yang cenderung meningkat akibat wabah COVID-19.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pada Januari, CKPN perbankan meningkat hampir sebesar 50 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/yoy) akibat penerapan PSAK 71 yang menggunakan konsep expected loss. Dengan konsep tersebut, perbankan perlu mencadangkan CKPN sejak kredit diberikan kepada debitur.
Menurutnya, kebijakan terkait restrukturisasi kredit dari OJK memang akan membatasi potensi kenaikan pembentukan CKPN dari sektor perbankan. Namun, perlu diketahui, selain kualitas kredit dari portofolio kredit perbankan, pencadangan CKPN juga dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi.
Josua menambahkan peningkatan risiko kredit sejalan dengan perlambatan sektor-sektor ekonomi yang mendorong perlambatan permintaan kredit terutama kredit modal kerja. Perbankan akan cenderung prudent dalam menghadapi tren kenaikan risiko kredit yang dapat berpotensi menggerus profitabilitas apabila risiko kredit tidak dapat dikelola dengan baik.
“Oleh sebab itu, perbankan pun diperkirakan akan melakukan pertimbangkan untuk meningkatkan pembentukan CKPN ke depannya,” katanya kepada Bisnis, Senin (13/4/2020).
Apalagi penerapan kebijakan restrukturisasi hanya diprioritaskan bagi sektor-sektor yang terkena dampak signifikan oleh COVID-19. Industri perbankan juga membuat skala prioritas dalam menerapkan kebijakan tersebut.
Baca Juga
Pasalnya, restrukturisasi kredit akan membuat terjadi perubahan jadwal cashflow dari masing-masing bank. Hal ini akan mendorong pengetatan likuiditas perbankan.
“Secara umum perbankan perlu membuat skala prioritas tertentu terkait sektor mana yang perlu diprioritaskan dalam kasus ini, mengingat adanya keterbatasan perbankan dalam hal likuiditas,” katanya.
Sementara itu, Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan perseroan mulai menambah pembentukan biaya pencadangan atau provisi sebagai langkah antisipasi menghadapi perubahan kualitas kredit. Pembentukan biaya pencadangan tersebut telah membuat perolehan laba pada Februari 2020 menjadi terbatas.
Berdasarkan laporan bulanan BRI, pada Februari 2020, besaran cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) kredit adalah sebesar Rp54,446 triliun. Besaran biaya pencadangan tersebut naik 3,83% dibandingkan bulan sebelumnya atau naik 45% dibandingkan posisi akhir tahun 2019.
"Sebagai langkah preventif antisipasi perubahan kualitas kredit, BRI telah mulai menambah pembentukan biaya pencadangan atau provisi sehingga laba tercatat tumbuh terbatas," katanya.
Terpisah, Direktur Konsumer PT Bank CIMB Niaga Tbk. Lani Darmawan mengatakan peningkatan biaya pencadangan kemungkinan akan dilakukan sejalan dengan kebijakan restrukturisasi kredit. Hanya saja, besarannya belum dapat dipastikan karena masih perlu menyesuaikan dengan nilai restrukturisasi yang disetujui.
Berdasarkan laporan keuangan bulanan CIMB Niaga, nilai cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) kredit pada Februari 2020 adalah sebesar Rp11,263 triliun. Biaya provisi tersebut naik 2,49% dibandingkan bulan sebelumnya atau naik 88,19% dibandingkan posisi akhir tahun lalu.
Hingga saat ini restrukturisasi kredit CIMB Niaga masih berproses. Lani belum memerinci realisasi restrukturisasi kredit yang telah disetujui CIMB Niaga.
"Belum bisa, masih terlalu dini. Tetapi pasti naik [biaya pencadangan]," katanya.