Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Tegaskan Keringanan Kredit untuk Debitur yang Benar-Benar Terdampak

Restrukturisasi bukan program yang sifatnya otomatis, sehingga tidak terhindarkan jika hasil diskusi dan negoisasi tidak semuanya berjalan sesuai ekspektasi.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan relaksasi kredit terus menjadi perbincangan sejak pertama kali disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menyatakan bahwa kebijakan tersebut memang tidak bisa memenuhi ekspektasi semua pihak, tetapi tetap harus ditujukan bagi yang membutuhkan.

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo menjadi salah satu pejabat otoritas yang dibanjiri pertanyaan mengenai kebijakan relaksasi kredit beberapa waktu belakangan.

Hampir setiap pekan Anto memberikan penjelasan mengenai isu tersebut melalui keterangan pers.

Lain dari biasanya, saat menjawab pertanyaan Bisnis mengenai distorsi pelaksanaan kebijakan relaksasi kredit, Anto mengutip sebuah hadits mengenai orang yang berutang. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan nomor 2400.

??*?' ?""?'*? .??? ?"??'???*? ????'^ ??''??^? ???'*?*? .?? "?.' ??f?*' ???.?? ??f'??*? ?""?'*?

"Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berutang (yang ingin melunasi utangnya) sampai dia melunasi utang tersebut selama utang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah." (HR. Ibnu Majah no. 2400)

Menurut Anto, hadits tersebut menggambarkan tujuan dari kebijakan relaksasi kredit, yakni agar debitur-debitur yang perekonomiannya terdampak oleh penyebaran virus corona dapat tetap membayar cicilannya. Kebijakan tersebut menurutnya ditujukan bagi debitur yang lebih membutuhkan.

Meskipun begitu, Anto menilai bahwa kebijakan tersebut memang tidak dapat memenuhi ekspektasi semua pihak karena berbagai faktor. Dari sisi kreditur, bank dan perusahaan pembiayaan (multifinance) perlu melakukan restrukturisasi secara terukur karena harus tetap melihat kapasitas dan kemampuan bayar.

Di sisi lain, jumlah debitur sangatlah banyak, mulai dari debitur dengan kondisi perekonomian yang masih relatif terjaga hingga yang benar-benar terdampak oleh pandemi Covid-19.

Kebijakan relaksasi kredit pun tidak berlaku secara otomatis, melainkan memerlukan debitur untuk mendaftarkan dirinya sendiri.

"Karena restrukturisasi ini bukan suatu program yang sifatnya otomatis, sehingga tidak terhindarkan jika hasil diskusi dan negoisasi tidak semuanya berjalan sesuai ekspektasi," ujar Anto kepada Bisnis, Kamis (16/4/2020).

Dia menjelaskan masyarakat pun kerap salah menangkap maksud dari Presiden Jokowi mengenai kebijakan relaksasi kredit. Menurutnya, masyarakat perlu memahami bahwa pelaksanaan restrukturisasi berpedoman kepada aturan yang sudah dikeluarkan OJK.

Meskipun begitu, Anto menyatakan bahwa pelaksanaan relaksasi kredit bagi debitur yang membutuhkan harus terus didorong, seperti bagi pekerja harian, buruh, nelayan, dan pengemudi ojek online agar sejalan dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, yakni membantu debitur yang berupaya untuk melunasi utang cicilannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper