Bisnis.com, JAKARTA – Di ambang krisis keuangan global 2008, pada medio September publik nasional diramaikan dengan pembatalan rencana akuisisi saham PT Bank International Indonesia Tbk. oleh Malayan Banking Bhd. (Maybank).
Kala itu, Maybank tidak mau menerima penawaran harga baru untuk akuisisi BII. Padahal, Fullerton Financial Holdings, pemegang saham BII, sudah mau menurunkan harga dari kesepakatan sebelumnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, anak usaha Temasek Holdings, Fullerton Financial Holdings (FFH), menawarkan harga baru yang lebih rendah untuk saham BII. FFH bersedia memberikan diskon hingga SGD236,4 juta atau setara dengan US$165,9 juta.
Maybank dan konsorsium FFH-Kookmin Bank semula telah menyepakati harga US$2,7 miliar untuk pembelian saham BII. Harga itu terdiri dari 55,5 persen saham BII senilai US$1,5 miliar, dan sisanya diikuti tender offer senilai US$1,2 miliar.
Polemik akuisisi saham BII—sekarang Maybank Indonesia—cukup panjang. Dari mulai terganjal ketentuan Bapepam-LK (sekarang OJK), hingga harga kemahalan, dan memaksa negosiasi ulang antara Temasek Singapura dan Maybank Malaysia.
Namun, drama negosiasi ulang itu tidak berlangsung lama. Pada awal Oktober 2008, Maybank bersama Temasek telah sepakat menyelesaikan akuisisi 55,6 persen saham BII dengan harga 4,26 miliar ringgit Malaysia atau sekitar Rp11,8 triliun—kurs kala itu.
Maybank membeli saham BII dengan potongan harga 758,9 juta ringgit Malaysia (sekitar Rp2,1 triliun) dari harga awal 4,8 miliar ringgit Malaysia (sekitar Rp13,3 triliun).
ATM Maybank Indonesia saat masih memakai logo lama BII./Bisnis.com
Dejavu renegosiasi harga terulang saat ini. Kemarin, Senin (20/4/2020) pemegang saham PT Bank Permata Tbk., PT Astra International Tbk. dan Standard Chartered Bank baru saja melakukan negosiasi harga dengan Bangkok Bank.
Pemegang saham Permata tiba-tiba saja mengumumkan perubahan harga jual beli yang sebelumnya telah disepakati. Harga kesepakatan sebelumnya dikoreksi menjadi lebih rendah.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia, Astra International. menyatakan melakukan penandatanganan amandement to conditional share purchase agreement bersama Standard Chartered Bank dan Bangkok Bank Public Company Limited pada 20 April 2020.
Dalam perjanjian jual beli saham bersyarat kali ini, harga beli Bank Permata berubah dari 1,77 kali price to book value (PBV), yang terdapat pada CSPA yang ditandatangani pada 12 Desember 2019, menjadi 1,63 kali PBV pada amendment letter.
Dalam informasi yang ditandatangani oleh Sekretaris Perusahaan Astra International Gita Tiffani tersebut tertulis penyesuaian harga bergantung pada penyelesaian transaksi pada atau sebelum 30 Juni 2020.
"Jika hal tersebut tidak terjadi, maka amandement letter tersebut menjadi batal dan tidak berlaku, sehingga ketentuan yang berlaku adalah CSPA awal," katanya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Senin (20/4/2020).
Alhasil, sebelum tanggal 30 Juni 2020, masih dimungkinkan adanya perubahan harga meskipun kedua belah pihak telah meneken CSPA awal.
Namun, menurut Gita, tidak ada dampak material dari perubahan transaksi ini terhadap kelangsungan usaha perseroan. Setelah penyelesaian transaksi, emiten dengan kode saham ASII ini tidak akan lagi memiliki saham pada emiten bank bersandi BNLI tersebut.
Selain itu, tidak ada perubahan informasi tentang penggunaan dana yang diterima dari transaksi sebagaimana disebutkan pada keterbukaan pada 12 Desember 2019.
Kantor pusat Bangkok Bank di Bangkok, Thailand./bangkokbank.com
Sebagai informasi, Bangkok Bank sudah mendapatkan restu dari pemegang saham untuk mengakuisisi Bank Permata, melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Kamis (5/3/2020).
Lampu hijau dari RUPS merupakan kelanjutan perjanjian pada 12 Desember 2019, di mana Bangkok Bank telah melakukan CSPA dengan Standard Chartered Bank dan Astra International untuk membeli saham keduanya di Bank Permata.
Kedua entitas tersebut memiliki total saham emiten dengan kode BNLI tersebut sebesar 89,12 persen, atau masing-masing sebesar 44,56 persen.
Setelah mendapatkan restu untuk menyelesaikan transaksi ini, Bangkok Bank bakal menggelar mandatory tender offer untuk sisa saham Bank Permata, di mana Bangkok Bank berpotensi mengambil hingga 100 persen saham Bank Permata dengan total nilai Rp42 triliun.
Setelah transaksi ini resmi, Bangkok Bank juga bakal memiliki anak usaha BNLI, PT Sahabat Finansial Keluarga, yang 99,998 persen sahamnya dimiliki Bank Permata.
HARGA SAHAM
Sementara itu, pada penutupan perdagangan di bursa efek Thailand (The Stock Exchange of Thailand), Senin (20/4/2020), harga saham Bangkok Bank PCL ditutup menguat sebesar 3,48 persen atau naik 4 bath menjadi 119 bath Thailand.
Respons ini berbeda dengan keputusan rapat umum pemegang saham luar biasa Bangkok Bank pada Kamis (5/3/2020) yang merestui langkah manajemen mengakuisi Bank Permata di Indonesia. Harga saham Bangkok Bank kala itu jatuh 3,35 persen menjadi 130 bath.
Kondisi terbalik terjadi pada saham Bank Permata. Saham bank berkode BNLI itu, pada hari ini, ditutup melemah 3,98 persen menjadi Rp1.205 per lembar.
Pada saat diumumkan akuisisi Permata disetujui pemegang saham Bangkok Bank, 12 Desember 2019, harga saham BNLI sempat melesat 4,38 persen menjadi Rp1.310 per lembar.