Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi Banten telah memindahkan kas daerah dari PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. (Bank Banten) ke PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.(Bank BJB)
Penarikan kas daerah dari Bank Banten itu menyusul penerbitan Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten nomor 580/Kep.144-Huk/2020 pada Selasa (21/4/2020).
Gubernur Banten Wahidin Halim dalam keterangan resmi yang dirilis Pemprov Banten menjelaskan perlunya segera memindahkan RKUD dari Bank Banten ke Bank BJB.
Menurutnya, ini adalah bentuk langkah cepat dan percepatan serta memastikan ketersediaan anggaran, karena selama ini Kas Daerah sejak 2016 atau sebelum dia menjabat jadi gubernur, dana Pemprov dan kas daerah disimpan di Bank Banten.
Pada 17 April 2020, Bendahara Umum Daerah (BUD) sudah memerintahkan agar Bank Banten segera menyalurkan Dana Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten Kota se-Provinsi Banten.
Selain itu juga diperintahkan untuk segera menyalurkan kepada kota/kabupaten dan penyaluran kepada masyarakat terdampak yang sudah membutuhkan dana jaring pengaman sosial (social safety net), serta dana bagi hasil (DBH) pajak ke kabupaten/kota.
Baca Juga
Namun, hingga Selasa (21/4/2020), dana-dana tersebut tetap belum disalurkan atau telah terjadi gagal bayar. Anggaran DBH Pajak untuk Februari 2020 senilai lebih dari Rp181 miliar dan untuk social safety net senilai total Rp709,21 miliar.
"Makanya yang terbayang oleh saya sebagai Gubernur adalah bagaimana nanti dana buat bantuan sosial, bagaimana nanti dana buat gaji pegawai, bagaimana dengan kas daerah," ujarnya.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Rina Dewiyanti selaku Bendahara Umum Daerah mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.12/2019, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah, PPKD selaku BUD harus membuka rekening kas umum daerah (RKUD) pada bank umum yang sehat.
Rina juga mengungkapkan perlu segera melakukan langkah penyelamatan atas dana pemprov yang tersimpan di RKUD dan memastikan tidak ada SP2D yang sudah dikeluarkan tidak dapat dapat disalurkan.
Jika ini terjadi, maka bank pemegang RKUD telah gagal bayar dan mengindikasikan bahwa rasio kecukupan dananya tidak terjamin.
"Ini yang harus dijaga oleh pemerintah daerah, dalam hal ini oleh BUD," jelasnya.
Dia menambahkan pemindahan RKUD semata dalam rangka menjaga kesinambungan proses pelaksaan APBD ke depan. Termasuk supaya target penanganan Covid-19 bisa dilakukan dan juga pembayaran belanja yang wajib, seperti gaji, listrik, jaminan kesehatan dan belanja operasional yang sudah direncanakan.
Menurutnya, BUD harus benar benar menjaga cash flow. Itu sebabnya harus diambil jalan yang cepat dengan cara melakukan take over RKUD ke bank yang sehat, dalam hal ini ke BJB.
"Hal ini untuk menjaga seluruh kepentingan masyarakat terakomodir, secepatnya tersalurkan," kata Rina.
Dia pun menjelaskan, pemindahan RKUD ke Bank BJB dengan alasan penentuan RKUD menganut single treasury account artinya RKUD harus pada satu rekening.
Adapun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam siaran persnya, Kamis (23/4/2020) menyebutkan segera memproses permohonan rencana penggabungan usaha Bank Banten ke dalam Bank BJB.
Rencana tersebut telah dituangkan dalam Letter of Intent (LOI) yang ditandatangani pada Kamis (23/4/2020), oleh Gubernur Banten Wahidin Halim, selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank Banten, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank BJB.
OJK menyebutkan hal teknis yang berkaitan dengan Letter of Intent akan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama kedua belah pihak.
Dalam kerangka LoI tersebut Bank Banten dan Bank BJB melaksanakan kerja sama bisnis, termasuk dukungan Bank BJB terkait kebutuhan likuiditas Bank Banten. Dukungan itu di antaranya dengan menempatkan dana line money market dan atau pembelian aset yang memenuhi persyaratan tertentu secara bertahap.