Bisnis.com, JAKARTA — Industri asuransi di Tanah Air membutuhkan kebijakan lanjutan setelah kebijakan countercyclical yang diluncurkan hanya untuk bertahan dalam jangka pendek.
Dosen Program MM-Fakuktas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Kepler A. Marpaung menilai tidak ada pihak yang mengetahui kapan penyebaran wabah Covid-19 akan berakhir di Indonesia, termasuk dampak ekonomi akan terjadi setelahnya.
Dengan realitas itu maka industri asuransi harus melakukan kajian dan analisa sejauh mana dampak Covid-19 bagi bisnis.
"Industri asuransi tidak bisa lagi santai dan merasa cukup dengan kebijakan relaksasi yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan [OJK]. Masalah yang akan dihadapi bisa lebih serius, operasional akan terganggu, cadangan teknis terganggu, akhirnya [memengaruhi] capital," ujar Kepler kepada Bisnis, Minggu (17/5/2020).
Masalah lanjutan yang akan segera dihadapi industri asuransi, menurut Kepler, yakni kemungkinan pembatalan polis bagi risiko-risiko tertentu. Penurunan daya beli masyarakat berpotensi membuat peserta membatalkan sejumlah polis untuk mengurangi pengeluaran.
"Itu [banyaknya polis yang dibatalkan] tergantung berapa lama physical distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar [PSBB] berlaku," ujarnya.
Baca Juga
Kepler pun menyampaikan bahwa salah satu perusahaan reasuransi terbesar di dunia telah melakukan riset dan analisa dengan membuat skenario-skenario dampak Covid-19 bagi industri asuransi. Perusahaan tersebut membuat skenario optimistis yakni penyebaran Covid-19 berakhir dalam tiga bulan, moderat yakni enam bulan, dan serius jika berakhir dalam satu tahun. Berdasarkan skenario optimistis, pasa asuransi di Amerika Serikat dan Inggris diperkirakan akan merugi hingga US$10 miliar.
Lalu, dengan skenario moderat, industi dipekirakan akan merugi hingga US$32 miliar. Bahkan, skenario terburuk dipekirakan akan menghantam industri asuransi degan kerugian US$80 miliar hingga US$140 miliar.
"Memang jenis coverage risiko di Amerika Serikat dan Inggris ada bedanya dengan Indonesia, tetapi dengan angka itu dan Covid-19 masih bersifat uncertainty, industri asuransi di Indonesia perlu diperingatkan secara serius," ujarnya.