Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mulai mengajukan bantuan dana bergulir melalui program Apex BPR untuk menjaga likuiditas.
Adapun dalam program Apex BPR, ada tiga model kerja sama yang dapat disalurkan yakni dana bergulir, dana mismatch, dan layanan teknis perbankan. Bantuan dana bergulir tersebut berasal dari setoran anggota Apex yang disimpan dalam bentuk giro di rekening Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Direktur Bisnis Non-Kredit Bank BPD Bali I Nyoman Sumanaya mengatakan dari 32 anggota Apex BPR di Pulau Dewata, sebanyak 10 BPR mengajukan dana bergulir untuk memperkuat likuiditasnya.
Saat ini, sudah ada lima BPR yang mendapatkan persetujuan dengan nilai total Rp2,5 miliar atau rata-rata masing-masing senilai Rp500 juta. Sisanya, sebanyak 5 BPR masih melengkapi sejumlah persyaratan untuk mendapatkan bantuan dana bergulir tersebut.
Menurutnya, pinjaman dana bergulir tersebut berlangsung selama enam bulan dan dapat diperpanjang maksimal 1 kali. BPR yang mendapatkan bantuan dana bergulir juga membayar bunga yang disesuaikan dengan perjanjian kerja sama, yakni sebesar nilai penjaminan simpanan LPS bank umum ditambah maksimal 1,5 persen penjaminan simpanan BPR.
"Risikonya sudah dihitung, bantuan dana bergulir ini tidak akan membuat Bank BPD Bali kondisinya memburuk. Likuiditas dan operasional bank tetap dijaga," katanya kepada Bisnis, Kamis (4/6/2020).
Seorang pegawai BPR tengah menghitung uang/Istimewa
Direktur Pemasaran Bank BPD DIY R. Agus Trimurjanto mengatakan saat ini ada enam BPR yang yang pengajuan dana bergulir melalui Apex BPR yang sedang berproses. Total outsanding loan dari bantuan tersebut mencapai Rp250 miliar dengan skema business to business.
"Untuk APEX bantuan likuiditas atau pooling of fund sedang dalam proses, secara business to business beberapa BPR sedang berproses untuk mendapatkan pinjaman likuiditas," katanya.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Djoko Suyanto pola Apex BPR serupa dengan bank jangkar, tetapi fungsinya tidak hanya dari sisi likuiditas saja.
Apex BPR juga dapat digunakan sebagai kredit modal kerja dan pengembangan sumber daya manusia dan teknologi. Kehadiran Apex BPR sudah dimanfaatkan oleh BPR maupun BPRS untuk menjaga kinerja di saat kondisi normal sekalipun.
Menurutnya, di tengah pandemi Covid-19, Apex BPR pun juga dimanfaatkan untuk menjaga likuiditas bank yang perlu melakukan pemberian bunga atas dana pihak ketiga yang dihimpun. Pengajuan dana bergulir tersebut pun tidak berarti kondisi likuiditas BPR sedang tidak aman.
Adapun, hingga Februari 2020 dibandingkan periode sama tahun lalu, loan to deposit ratio (LDR) BPR mencapai 76,88 persen, kredit tumbuh 10,49 persen, deposito tumbuh 13,66 persen, tabungan tumbuh 7,93 persen, dan total dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 10,9 persen.
Meskipun, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) cukup tinggi, yaitu berada di kisaran 7 persen per Februari 2020.
"Karena kami melayani UMKM, NPL cukup fluktuatif, tetapi kami masih bisa survive karena rata-rata kredit jangka pendek," katanya.
Meskipun data kondisi likuiditas tidak menggambarkan kondisi periode terkini, Joko menjamin likuiditas BPR masih aman dan terkendali. Saat ini BPR hanya memanfaatkan program Apex untuk meningkatkan likuiditas.
Sementara itu, alternatif lainnya seperti Penempatan Dana Antar Bank (PDAB) maupun rencana penempatan dana pemerintah belum bisa diakses BPR karena tergolong program baru dan dinilai belum diperlukan.
"BPR sementara ini likuiditas masih terkenali, kami tidak usah gunakan PDAB," katanya.