Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. optimistis bisa menghimpun dana murah di tengah pandemi Covid-19.
Hingga kuartal I/2020, Bank Mandiri menghimpun dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp941,339 triliun atau tumbuh 13,72 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu (year on year/YoY). Penghimpunan tersebut terdiri dari tabungan senilai Rp306,3 triliun, giro Rp237 triliun, deposito Rp276,7 triliun, dan perusahaan anak Rp121,4 triliun.
Dari perolehan tersebut, pertumbuhan DPK tertinggi berasal dari giro yang tumbuh 35,79 persen YoY. Untuk tabungan, deposito, dan perusahaan anak masing-masing tummbuh sebesar 4,47 persen, 7,08 persen, dan 19,42 persen.
Wakil Direktur Bank Mandiri Hery Gunardi mengatakan DPK Bank Mandiri pada tahun ini diproyeksikan tumbuh sebesar 3-5 persen. Pertumbuhan tertinggi DPK diproyeksikan tetap berasal dari dana murah.
Menurutnya, tabungan diproyeksikan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan giro lantaran didukung dengan adanya program dan kampanye yang mengarah kepada digitalisasi perbankan.
"Di tengah kondisi pandemi seperti ini, baik giro ataupun tabungan diproyeksikan masih tetap tumbuh," katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Treasury, International Banking & Special Asset Management Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan perseroan akan berupaya memperkuat likuiditas yang bersumber dari DPK maupun penerbitan obligasi dan emisi global bonds.
Saat ini Bank Mandiri telah menerbitkan obligasi rupiah senilai Rp1 triliun dan emisi global bonds US$500 juta.
Menurutnya, pertumbuhan dana murah terus didorong untuk memperkuat pendanaan. Meskipun demikian, perseroan juga masih memiliki ruang untuk melakukan penerbitan obligasi maupun global bond.
"Akan kami putuskan nanti [penerbitan obligasi dan global bonds] setelah kinerja semester I/2020," katanya.
Berdasarkan analis uang beredar Bank Indonesia, penghimpunan DPK pada April 2020 tercatat sebesar Rp5.883,4 triliun atau tumbuh 8 persen YoY. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 9,6 persen YoY.
Perlambatan DPK pada April 2020 disebabkan oleh perlambatan giro dan simpanan berjangka. Berdasarkan golongan nasabah, perlambatan DPK terjadi pada perorangan maipun korporasi.
Secara umum giro tercatat melambat dari 23,5 persen YoY pada Maret 2020 menjadi 16,5 persen YoY pada April 2020. Perlambatan bersumber pada giro rupiah maupun valuta asing, terutama di wilayah DKI Jakarta dan Banten.