Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tantangan Penyaluran Kredit: Kurangnya Likuiditas dan Optimisme dari Sektor Riil

Oleh karena itu, kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, pihaknya saat ini mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit dan tidak hanya berfokus pada restrukturisasi kredit agar ekonomi bertumbuh.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Penyaluran kredit di tengah transisi new normal terkendala terbatasnya likuiditas perbankan dan kepercayaan diri sektor riil dalam mengajukan pinjaman.

Oleh karena itu, kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, pihaknya saat ini mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit dan tidak hanya berfokus pada restrukturisasi kredit agar ekonomi bertumbuh.

Sebagai salah satu upaya untuk mendorong kredit, saat ini pemerintah telah mengeluarkan PMK 64/2020 tentang penempatan dana pada bank peserta dan dan PMK 70/2020 tentang penempatan uang negara pada bank umum.

PMK 64 akan memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit. Bank yang mengalami kendala likuiditas dapat memanfaatkan stimulus PMK 64. Adapun, PMK 70 diharapkan akan memancing sektor riil untuk percaya diri dalam mengajukan kredit ke perbankan.

Pemerintah akan menempatkan dana Rp30 triliun di bank milik negara untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada sektor riil. Di sisi lain, jika kredit telah disiapkan, sektor riil juga harus dipastikan akan melakukan pengajuan kredit.

“Ini sangat dilema, harus berbarengan, hotel ada yang menginap dan toko buka ada yang datang, kalau kredit sudah kita kucurkan tetapi pegawainya masih di kampung dan hotel tidak ada yang menginap, ini bahaya,” katanya, Senin (29/6/2020).

Menurutnya, mendorong pertumbuhan kredit adalah pekerjaan rumah selanjutnya saat ini. Terlebih, ada beberrap sektor yang pertumbuhan kreditnya sangat turun.

Berdasarkan data OJK, kredit yang mengalami kontraksi pada Mei 2020 yakni subsektor penyiapan lahan yang penyalurannya turun 27,37% secara year-on-year (yoy), instalasi gedung dan bangunan sipil turun 47,75% (yoy), penyelesaian konstruksi gedung minus 43,86% (yoy), perdagangan ekspor seperti mobil dan motor yang turun 18,27% (yoy), maupun industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia minus 6,14% (yoy).

“Insentif sektor riil apa yang perlu kita berikan, apa perlu ada pelonggaran BMPK [Batas Maksimum Pemberian Kredit],’ katanya.

Terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai perbankan seharusnya sudah bisa menyalurkan kredit sejak lama sebelum restrukturisasi kredit melandai.

Namun, perbankan tetap harus meyakini bahwa kredit tersebut lancar dan risikonya pun minimal. Aktivitas ekonomi yang dibuka kembali memberikan peluang peningkatan penyaluran kredit yang lebih besar lagi.

Di sisi lain, restrukturisasi kredit yang sudah melandai, semakin meningkatkan peluang penyaluran kredit tersebut. “Kalau menurut saya sebaiknya perbankan tidak membatasi diri pada sektor tertentu, tetapi lebih didasarkan kepada peluang dan risiko individual usaha,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper