Bisnis.com, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memaparkan perbedaaan antara penempatan uang negara yang dilakukan pemerintah dengan yang dilakukan pihaknya.
Penempatan dana LPS diatur dalam PP No.33/2020 tentang Pelaksanaan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka melaksanakan langkah-langkah penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan pihaknya hanya dapat menempatkan dana pada bank bermasalah. Hal ini berbeda dengan penempatan dana pemerintah yang mensyaratkan bank masih dalam kondisi sehat dan masuk kategori 15 aset besar.
Menurutnya, tujuan dari penempatan dana LPS adalah untuk menolong bank sehingga bisa menjaga stabilits sistem keuangan. Penempatan dana ini pun tidak berarti LPS menolong pribadi-pribadi bank.
"LPS sesuai tugasnya adalah menangani permasalahan bank dan dalam konteks ini banknya sudah bermasalah yang tidak bisa diberikan likuiditas dan sudah berat dari sekedar masalah likuiditas," katanya, Jumat (10/7/2020).
Menurutnya, Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) dan Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK), hanya diketahui oleh OJK. Hingga saat ini, LPS belum menempatkan dana di bank manapun.
Baca Juga
Saat ini dana yang dimiliki LPS mencapai Rp128 triliun dan dinilai mampu untuk digunakan menyelamatkan bank yang menghadapi masalah. LPS pun belum bisa memproyeksi kebutuhan penempatan dana. Namun dipastikan, penempatan tersebut tidak akan lebih dari 30 persen kekayaan saat ini.
"Ini tentu kami tidak bisa prediksi, tergantung dari permintaan bank," katanya.
Adapun, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah No.33/2020 yang mengatur mengenai pelaksanaan kewenangan LPS dalam penanganan masalah stabilitas sistem keuangan.
Beleid tersebut diundangkan pada 7 Juli 2020. Melalui PP anyar ini, LPS dapat melakukan penempatan dana ke bank selama pemulihan ekonomi setelah terdampak Covid-19. Selain itu, LPS juga diberikan kewenangan tambahan berupa penyelamatan bank sakit.