Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah perubahan regulasi bagi industri dana pensiun lembaga keuangan atau DPLK dinilai perlu dilakukan melalui Rancangan Undang-Undang atau RUU Dana Pensiun. Salah satunya mengenai ketentuan pendiri DPLK yang hanya bisa berasal dari perusahaan bank dan asuransi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Syarif Yunus menyatakan bahwa pihaknya mendukung penyusunan RUU Dana Pensiun. Pembaruan UU 11/1992 tentang Dana Pensiun perlu dilakukan karena sejumlah aspek yang masih berlaku perlu segera diperbaharui.
Dia menilai bahwa produk anuitas patut ditiadakan karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini. Menurut Syarif, dalam faktanya tidak ada perusahaan asuransi jiwa yang benar-benar menjual produk anuitas untuk memberikan kesinambungan penghasilan hari tua, melainkan lebih kepada fungsi proteksi.
Sebagai solusi pengganti anuitas, dapat dioptimalkan pembayaran manfaat pensiun secara berkala yang dilakukan langsung oleh penyelenggara dana pensiun. Bahkan, menurut Syarif, penyelenggara dana pensiun dapat bekerja sama dengan manajer investasi untuk memberikan arahan pengelolaan dana setelah peserta menerima uang pensiun.
"Secara prinsip, harusnya dana pensiun lebih fokus pada pendanaan, sementara pembayaran manfaat pensiun dapat dibuat lebih fleksibel," ujar Syarif kepada Bisnis, Senin (13/7/2020).
Lalu, dia pun menilai bahwa pembatasan pendiri dana pensiun, khususnya DPLK hanya bagi perbankan dan asuransi jiwa sudah tidak sesuai lagi. Menurutnya, instansi seperti perusahaan aset manajemen, sekuritas, dan sejenisnya perlu diberi izin agar dapat menjual dan mengelola dana pensiun.
Baca Juga
"Tujuannya, agar industri dana pensiun lebih kompetitif dan masyarakat memiliki akses yang lebih mudah mendapatkan layanan dana pensiun," ujarnya.
Syarif pun menilai bahwa iuran dan investasi dana pensiun harus dibuat lebih fleksibel dan mudah. Hal tersebut dinilai dapat mengakselerasi jumlah peserta, termasuk pengoptimalan dana pensiunnya.
Selain itu, RUU Dana Pensiun dinilai perlu mengatur insentif perpajakan secara khusus kepada peserta dana pensiun atau DPLK. Apapun produk dan layanannya, dapat dikenakan pajak final 5 persen saat pembayaran manfaat, selama dikelola melalui dana pensiun.
"RUU itu pun harus mengatur kepesertaan dana pensiun menjadi lebih fleksibel, termasuk menyangkut dana pensiun retail dan digitalisasi. Misalnya, seorang ayah harusnya boleh membelikan dana pensiun untuk anaknya, sehingga dana pensiun menjadi program yang lebih menarik," ujarnya.
Menurut Syarif, pemerintah harus memiliki komitmen dan goodwill dalam melakukan revisi UU Dana Pensiun. Dia menilai bahwa kesejahtaraan industri dana pensiun bisa memberikan kontibusi lebih terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.
"Ekonomi Indonesia bisa ditopang oleh aset dana pensiun yang besar, seperti di Jepang," ujarnya.