Bisnis.com, JAKARTA - Hingga Mei 2020, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menyatakan telah melakukan write off atau hapus buku kredit senilai Rp5 triliun.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan meskipun dilakukan write off, perseroan akan tetap mengupayakan pengembalian kredit dengan melakukan penagihan.
Sejumlah upaya yang lain yang bisa dilakukan perseroan untuk menyelesaikan kredit bermasalah tersebut adalah dengan melakukan percepatan penjualan agunan melalui lelang maupun bekerja sama dengan agen properti.
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan hapus buku atau write off di industri perbankan?
OJK-Pedia di situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan hapus buku yang dilakukan bank adalah pinjaman macet yang tidak dapat ditagih lagi dihapusbukukan dari neraca (on-balance sheet) dan dicatat pada rekening administratif (off-balance sheet).
Penghapusbukuan pinjaman macet tersebut dibebankan pada akun penyisihan penghapusan aktiva produktif. Meskipun pinjaman macet tersebut telah dihapusbukukan, hal ini hanya bersifat administratif sehingga penagihan terhadap debitur tetap dilakukan.
Hasil tagihan pokok pinjaman dibukukan ke rekening penyisihan penghapusan aktiva produktif, sedangkan tagihan bunga dibukukan sebagai pendapatan lain bank (write off).
Adapun, Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Sigit Prastowo menjelaskan proses hapus buku merupakan langkah terakhir setelah berbagai upaya perbaikan dan penyelamatan kualitas kredit dilakukan.
Hapus buku diambil setelah penilaian atas debitur yang dinilai sudah tidak memiliki prospek usaha.
"Proses hapus buku dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan sesuai dengan tata kelola yang benar. Setelah dilakukan hapus buku, BNI tetap akan mengupayakan pengembalian kredit tersebut melalui penerimaan recovery-nya," kata Sigit.