Bisnis.com, JAKARTA - Guna menekan dampak ekonomi akibat penyebaran Covid-19, pemerintah sempat meluncurkan program penempatan dana di perbankan lewat dua mekanisme yakni bank jangkar dan bank mitra. Penempatan dana melalui bank jangkar diatur dalam PP 23/2020, sedangkan bank mitra tertuang dalam PMK 70/2020.
Meskipun sama-sama merupakan penempatan dana, kedua program tersebut jelas berbeda. Perbedaan paling mencolok terletak pada tujuan masing-masing program.
Penempatan dana melalui bank jangkar bertujuan untuk membantu likuiditas bank yang mengalami penurunan akibat restrukturisasi. Sementara itu, penempatan uang negara di bank mitra bertujuan untuk mengakselerasi penyaluran kredit.
Industri jasa keuangan yang dapat bertindak sebagai bank jangkar juga harus memiliki syarat utama yakni telah melakukan restrukturisasi kredit UMKM, telah menyalurkan kredit modal kerja tambahan atau baru, dan bank dalam kondisi sehat, serta memiliki penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) lebih dari 6%.
Sementara itu, kriteria penempatan uang negara melalui bank mitra agak berbeda yakni bank harus memiliki izin usaha yang masih berlaku sebagai bank umum, mempunyai kegiatan usaha di wilayah Indonesia dan mayoritas pemilik saham atau modal adalah negara, pemda, badan hukum Indonesia, dan atau WNI. Bank mitra harus memiliki tingkat kesehatan minimal komposit 3 dan melaksanakan kegiatan bisnis perbankan yang mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Pada mulanya, penempatan uang negara tahap pertama dilakukan pada himpunan bank milik negara (himbara) senilai Rp30 triliun. Selanjutnya, penempatan uang negara ke perbankan tahap II dilakukan kepada tujuh BPD dengan nilai Rp11,5 triliun dari total keseluruhan penempatan dana untuk bank daerah Rp20 triliun.
Baca Juga
Dalam perkembangannya, pemerintah kemudian merevisi PP 23/2020 menjadi PP 43/2020. Revisi ini secara langsung menggantikan skema penempatan dana pemerintah dari bank jangkar ke bank mitra.
Sebelumnya, dengan bank jangkar, skema penyaluran bantuan likuiditas dilakukan melalui bank peserta ke bank pelaksana. Bank peserta melakukan penempatan dana di bank pelaksana yang memiliki kesulitan likuiditas akibat melakukan restrukturisasi kredit. Sebelum penempatan dana dilakukan, OJK terlebih dahulu menyediakan informasi mengenai bank yang terpilih sebagai bank peserta.
Selanjutnya, bank pelaksana yang kesulitan likuiditas mengajukan penempatan dana ke bank peserta. Kemudian, bank peserta mengajukan proposal penempatan dana ke Kementerian Keuangan. Setelah diberikan persetujuan, kementerian keuangan akan menempatkan dana di bank peserta. Penempatan Dana digunakan Bank Peserta untuk disalurkan kepada Bank Pelaksana.
Berbeda halnya dengan bank jangkar, dalam program penempatan dana di bank mitra, bank umum yang memenuhi kriteria tinggal mengajukan permohonan sebagai bank mitra. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJBP) kemudian meneliti kelengkapan dokumen. Jika sudah lengkap, permohonan menjadi bank mitra akan disetujui sehingga penempatan uang negara akan langsung dilakukan.
Jangka waktu penempatan paling lama 6 bulan dengan tidak diperkenankan digunakan untuk pembelian surat berharga ataupun transaksi valuta asing.